Dengan berbagai keragaman yang terdapat di Indonesia, jika diolah dengan baik akan menciptakan kehidupan indah yang penuh dengan warna di dalam satu kesamaan yaitu di bawah naungan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan asas Pancasila. Sementara itu, pada sisi lain kebhinekaan tersebut jika tidak dikelola dengan baik justru dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rainer Forst dalam Tolerance and Democracy berpendapat tentang toleransi yang dikutip oleh Zuhairi Misrawi, yaitu konsepsi yang dilandasi pada otoritas negara (permission conception) dan konsepsi yang dilandasi pada kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan penghormatan terhadap yang lain (respect conseption). Dua bentuk toleransi yang ditawarkan oleh Rainer Forst, penulis lebih tertarik menggunakan toleransi respect conseption. Bentuk toleransi yang kedua tersebut menghadirkan toleransi dalam kehidupan masyarakat secara kultural. Dan hal ini lebih tepat jika diberlakukan di Indonesia. Jika menggunakan bentuk pertama, permission conception, dikhawatirkan digunakan untuk menekan “kelompok” yang “tidak disukai” oleh mereka yang berkuasa dan terkesan hanya sebuah kontrak hitam di atas putih. Selain itu, tidak semua masyarakat dapat mengetahui, memahami, apalagi jika ditambah tidak ada sosialisasi dari pemerintah. Bentuk toleransi yang kedua, bisa diterapkan sesuai dengan local wisdom setiap wilayah. Hal ini bisa menghidupkan kembali berbagai local wisdom yang telah mulai dilupakan oleh masyarakat. Local wisdom yang diterapkan “harus” selalu dimaknai ulang (re-interpretasi) sesuai dengan keadaan masyarakat. Jika tidak, masyarakat akan beranggapan bahwa local wisdom tersebut sudah tidak relevan lagi diterapkan dalam masyarakat dewasa ini. Michael Walzer memandang toleransi sebagai sebuah keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup damai (peaceful coexistance) di antara pelbagai kelompok masyarakat dari pelbagai latar belakang sejarah, kebudayaan, dan identitas. Dalam konteks keindonesiaan, “Bhineka Tunggal Ika”, yang secara politis dan geografis bermakna ”bermacam ragam etnis yang hidup di kawasan nusantara, tetapi memiliki satu tujuan yang sama”, sementara secara teologis bermakna “Sumber Kebenaran hanya satu, meskipun manusia mengungkapkannya dengan cara yang berbeda-beda” bisa dijadikan dasar untuk membangun toleransi. “Kesadaran” akan adanya berbagai kelompok, etnis, agama yang ada dalam kehidupan ini, meniscayakan sebuah sikap menerima dan menghargai mereka.
Untuk Indonesiaku. Tempat kelahiranku. Tanah tumpah darahku. Kebenaran akan selalu membuatmu Jaya. Satyam Eva Jayate
Saturday, December 01, 2012
Bhinneka Tunggal Ika
Dengan berbagai keragaman yang terdapat di Indonesia, jika diolah dengan baik akan menciptakan kehidupan indah yang penuh dengan warna di dalam satu kesamaan yaitu di bawah naungan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan asas Pancasila. Sementara itu, pada sisi lain kebhinekaan tersebut jika tidak dikelola dengan baik justru dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rainer Forst dalam Tolerance and Democracy berpendapat tentang toleransi yang dikutip oleh Zuhairi Misrawi, yaitu konsepsi yang dilandasi pada otoritas negara (permission conception) dan konsepsi yang dilandasi pada kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan penghormatan terhadap yang lain (respect conseption). Dua bentuk toleransi yang ditawarkan oleh Rainer Forst, penulis lebih tertarik menggunakan toleransi respect conseption. Bentuk toleransi yang kedua tersebut menghadirkan toleransi dalam kehidupan masyarakat secara kultural. Dan hal ini lebih tepat jika diberlakukan di Indonesia. Jika menggunakan bentuk pertama, permission conception, dikhawatirkan digunakan untuk menekan “kelompok” yang “tidak disukai” oleh mereka yang berkuasa dan terkesan hanya sebuah kontrak hitam di atas putih. Selain itu, tidak semua masyarakat dapat mengetahui, memahami, apalagi jika ditambah tidak ada sosialisasi dari pemerintah. Bentuk toleransi yang kedua, bisa diterapkan sesuai dengan local wisdom setiap wilayah. Hal ini bisa menghidupkan kembali berbagai local wisdom yang telah mulai dilupakan oleh masyarakat. Local wisdom yang diterapkan “harus” selalu dimaknai ulang (re-interpretasi) sesuai dengan keadaan masyarakat. Jika tidak, masyarakat akan beranggapan bahwa local wisdom tersebut sudah tidak relevan lagi diterapkan dalam masyarakat dewasa ini. Michael Walzer memandang toleransi sebagai sebuah keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup damai (peaceful coexistance) di antara pelbagai kelompok masyarakat dari pelbagai latar belakang sejarah, kebudayaan, dan identitas. Dalam konteks keindonesiaan, “Bhineka Tunggal Ika”, yang secara politis dan geografis bermakna ”bermacam ragam etnis yang hidup di kawasan nusantara, tetapi memiliki satu tujuan yang sama”, sementara secara teologis bermakna “Sumber Kebenaran hanya satu, meskipun manusia mengungkapkannya dengan cara yang berbeda-beda” bisa dijadikan dasar untuk membangun toleransi. “Kesadaran” akan adanya berbagai kelompok, etnis, agama yang ada dalam kehidupan ini, meniscayakan sebuah sikap menerima dan menghargai mereka.
Monday, November 09, 2009
Sradha bagi Bali
Krisis Listrik
Thursday, January 29, 2009
Mental Yadnya Bagi Anak Bangsa
Thursday, July 24, 2008
Multipartai vs Golput
I Gede Suputra Widharma, ST, MT
Pemilihan umum 2009 memang masih sekitar satu tahun lagi. Pemilu yang akan menentukan nasib bangsa ke depan, dengan memilih wakil rakyat DPR dan DPD serta Pemimpin negeri ini. Mereka yang akan menentukan kebijakan negara bagi rakyatnya, dan mestinya rakyat sudah tahu mana yang baik dan mana yang kurang (ajar), bahkan mana calon yang busuk, karena yang maju nanti sebagian besar masih yang itu-itu juga. Walau pun masih setahun, tapi euforia menyongsong perhelatan nasional itu sudah mulai di sana-sini sejak saat ini. Bahkan di Bali rentetannya berbarengan dengan Pilkada yang juga melibatkan para pemuncak negeri dan melibatkan seluruh rakyat Bali. Gaung nyoblos belum sirna di Bali, malah jadi semakin kencang sejak KPU mengijinkan partai untuk mulai berkampanye bagi pemilu tahun depan. Sejumlah bendera dan umbul-umbul partai baru yang dipasang meramaikan ruas-ruas jalan di berbagai daerah untuk sosialisasi, tidak kalah dengan partai-partai lama yang telah dikenal masyarakat luas.
Pasca keruntuhan rezim Orde Baru, tuntutan demokrasi sangat kuat di negeri ini dalam bentuk reformasi di bidang politik. Salah satu wujud reformasi tersebut adalah dalam pendirian partai politik sebagai salah satu bentuk kebebasan berekspresi. Dengan pemilu yang multipartai seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno, akan ada banyak visi misi dan program yang disampaikan yang bagi rakyat pemilihnya. Multipartai setidaknya memberi pilihan yang lebih variatif kepada masyarakat, untuk memilih sesuai dengan hati nurani dan harapannya yang tercermin dari visi misi parpol tersebut. Partai merupakan alat pencapaian kekuasaan dan saluran politik resmi yang diakui perundang-undangan untuk mewujudkan harapan rakyat yang memilihnya.
Pada tahun ini tercatat sekitar 95 partai baru yang mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM sebagai peserta Pemilu, dan kemudian oleh KPU ada 34 partai politik yang dinyatakan berhak ikut pemilu tahun depan. Dari sekian banyak partai tersebut, dapat dipilah menjadi tiga bentuk partai politik yang ditawarkan pada masyarakat. Ada parpol yang murni berbentuk partai nasionalis seperti PDIP, Golkar, PNIM, Demokrat, PNBK, hingga Hanura dan Gerindra. Ada parpol yang seminasionalis yang terbuka tapi memiliki basis massa tertentu sebagai pendukungnya, seperti PKB dan PAN dengan massa kelompok agama ataupun dengan basis kalangan tertentu seperti Partai Buruh, Serikat Pekerja, hingga Pemuda dan Patriot. Ada juga partai yang murni berbentuk sebagai partai religius/agama seperti PPP, PKS, PDS, dan PBR. Dari bentuk-bentuk ini pun dapat lagi dipilah menjadi beberapa bentuk lagi sesuai dengan sejarah berdiri dan pendukungnya. Misalnya untuk partai berbentuk nasionalis dapat dipilah sesuai massa pendukungnya, seperti birokrat, saudagar, kaum marhaen, kaum tani, keluarga angkatan, dan lain-lain. Belum lagi pengelompokan pada partai berbentuk seminasional dan partai yang berbentuk religius. Mungkin ada sekitar 8-10 pengelompokan parpol.
Maraknya partai politik baru menjelang Pemilu sejatinya bukan hanya ekstase publik menumbuhkan demokrasi. Partai yang tak mampu memenuhi electoral treshhold tampak cukup mudah bermetamorfosis, demikian juga dengan partai yang tidak lolos verifikasi, pada kesempatan berikutnya cukup mendaftarkan kembali partainya dengan nama yang hampir serupa, atau nama beda sedikit tapi akronimnya sama. Walaupun demikian masih banyak politisi yang memang berjuang untuk rakyat, baik yang ada di parpol lama maupun yang baru membuat parpol. Daripada membiarkan politisi busuk yang hanya janji-janji dan KKN yang terpilih ke gedung DPR/MPR, gunakan hak pilih kita untuk memberi dukungan pada politisi yang benar-benar berjuang untuk rakyat agar bisa menjadi wakil rakyat dan pemimpin kita lima tahun ke depan. Ada banyak partai yang menawarkan programnya dan ada banyak caleg dengan track record masing-masing. Saatnya untuk memilih yang tepat untuk Nusantara dan Pancasila kita, jangan sia-siakan hak kita dan membiarkan kebusukan bersama kita selama lima tahun kedepan.
Penulis, dosen Sistem Informasi/Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali, warga Serongga Kelod Gianyar
Thursday, July 17, 2008
Untuk Indonesiaku



Wednesday, July 09, 2008
Nutrition and Suputra

Anak adalah titipan Tuhan yang wajib untuk di rawat dan dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang, sehingga tumbuh menjadi anak yang baik, cerdas, dan sehat. Membentuk seorang anak menjadi anak yang suputra dan sadhu gunawan adalah tugas Ibu sebagai guru rupaka. Ciri anak sehat dapat dilihat dari segi fisik dan tingkah lakunya. Anak yang sehat akan merasa senang apabila diajak bermain, periang, mempunyai tubuh yang proporsional, dan penuh dengan semangat. Anak yang pintar bersosialisasi dengan yang lain. Kesehatan tubuh anak sangat erat kaitannya dengan makanan yang dikonsumsi. Banyaknya zat-zat tidak baik yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sangat mempengaruhi kesehatan.

Beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya masalah yang timbul mengenai gizi buruk pada balita adalah faktor ekonomi, lingkungan, dan ketidaktahuan orangtua. Keterbatasan ekonomi sering dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kubutuhan gizi pada anak. Lingkungan yang kurang baik juga dapat mempengaruhi gizi pada anak, seperti jajan sembarangan. Faktor yang paling terlihat pada lingkungan masyarakat adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi-gizi yang harus dipenuhi anak pada masa pertumbuhan. Seorang anak yang sehat akan tumbuh dan berkembang dengan normal, baik fisik dan psikisnya. Secara psikis, anak yang sehat akan terus bertambah cerdas, perasaan bertambah peka, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Bukan hanya itu saja, anak yang sehat tampak aktif, gesit, dan gembira serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kesehatan seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserap didalam tubuh. Kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan mudah terserang penyakit, karena gizi memberi pengaruh yang besar terhadap kekebalan tubuh. Beberapa penyakit yang timbul akibat kurangnya gizi antara lain diare, disentri, gondok, busung lapar, defisiensi kurang kalori protein, defisensi vitamin A, defisiensi yodium, anemia, dan beberapa penyakit lainnya. Gizi bukan hanya mempengaruhi kesehatan tubuh, tetapi dapat juga mempengaruhi kecerdasan. Apabila gizi yang diperlukan oleh otak tidak terpenuhi, otak akan mengalami pengaruh sehingga tidak dapat berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi genetiknya. Jika pada puncak pembentukan dendrit gizi yang tersedia tidak cukup, maka jumlah sinapsis yang berbentuk akan berkurang, sehingga mengakibatkan fungsi mentalnya berkurang, seperti: daya ingat dan kapasitas belajar kurang. Pada anak usia dua sampai tiga tahun, mulai mendapatkan masukan gizi-gizi yang khusus, seperti seng dan vitamin A. Hal ini perlu diwaspadai, karena mempunyai relevansi dengan perbanyakan sel tertentu dan bagian dari otak, yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan kemampuan anak dalam memecahkan masalah dan mengingat informasi serta mengurangi daya cipta. Zat lain yang perlu diwaspadai adalah zat besi, karena dapat mengakibatkan kelainan fungsi otak dan kelainan pertumbuhan balita serta mudah terkena infeksi. ASI merupakan sumber gizi pertama dan yang paling alami yang diberikan ibu kepada anaknya. ASI banyak mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan air yang berubah menjadi sebuah fondasi yang sangat kokoh untuk melindungi tubuh dari penyakit. ASI mengandung kolostrum, yaitu suatu zat kekebalan tubuh yang khusus, dan tidak pernah terdapat pada jenis makanan yang lain. ASI mengandung nutrien yang diperlukan oleh otak bayi seperti taurin dan asam lemak ikatan panjang, laktosa, garam, kalsium dan fosfat yang tepat, serta mengandung antibodi, sel darah putih hidup, dan faktor bifidus yang membantu Lactobacillus bifidus dalam usus bayi. Meskipun ASI kaya akan gizi, namun ASI tidak diberikan seumur hidup. Setelah bayi berumur kurang lebih satu tahun, bayi sudah boleh memakan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi utama. Karbohidrat banyak terdapat pada umbi-umbian. Sedangkan lemak berfungsi untuk melindungi organ tubuh, pelarut vitamin dan sumber energi yang terdapat pada keju, susu, kelapa, dan avokad. Protein terdapat telur, gandum, dan kacang-kacangan. Vitamin berfungsi untuk memperlancar proses pengolahan makanan. Vitamin banyak terdapat pada buah-buahan. Makanan yang mengandung keenam zat gizi tersebut disebut 4 sehat 5 sempurna. Riwayat kelahiran juga berperan dalam resiko kurang gizi antara lain tempat lahir dan penolong persalinan. Dengan gizi dan lingkungan yang baik, akan menghasilkan anak yang baik, cerdas, dan berguna bagi keluarga, bangsa dan agamanya.

Simakrama Bali
Negara dan Gizi Masyarakat
Local Genius Bali
Taraf Hidup Rakyat
Gunakan Anggaran untuk Peningkatan Taraf Hidup Rakyat
I Gede Suputra Widharma, ST, MT
Pada akhir bulan januari Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan atas nama Pemerintah yang meminta tiap departemen, kementerian atau lembaga negara menunda atau bahkan mengurangi belanja sampai 15 persen dari anggaran masing-masing untuk pengamanan APBN. Penghematan anggaran belanja merupakan bagian dari 9 langkah pemerintah untuk mengamankan APBN 2008 guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi 2008. Penghematan anggaran belanja negara sebesar 15 persen dari total anggaran belanja kementerian/lembaga diperkirakan akan menghasilkan dana sebesar sekitar 20 triliun rupiah. Program pemerintah dalam melakukan efisiensi, tanpa harus mengorbankan prioritas yang dirancang tiap kelembagaannya. Dalam 3-4 tahun terakhir ini peningkatan anggaran belanja kementerian/lembaga cukup besar sehingga tidak begitu masalah jika pada tahun 2008 kementerian/lembaga harus lebih fokus kepada program-program prioritas. Langkah bijak ini tentunya akan menjadi angin segar bagi pembangunan Indonesia yang lebih terarah dalam pemanfaatan anggarannya, tidak seperti yang selama ini terjadinya penyimpangan dan pemborosan di berbagai posisi yang merugikan negara dan tidak berpihak terhadap nasib rakyat kebanyakan.
Disamping itu penghematan ini akan dapat menekan kemungkinan terjadinya salah sasaran, penyelewengan ataupun bentuk tindakan korupsi lainnya terhadap anggaran yang ada yang tentunya menggunakan uang rakyat. Efisiensi yang diperoleh dari penghematan ini bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk dana kemanusiaan bagi rakyat Indonesia yang belakangan ini seringkali tertimpa berbagai bentuk musibah bencana alam yang tidak hanya merenggut harta benda mereka tapi juga jiwa orang-orang yang disayangi. Dengan demikian pemerintah akan dapat mengurangi rasa sakit yang diterima rakyatnya yang mengalami musibah tersebut, walaupun tentunya tidak akan pernah cukup untuk mengembalikan kebahagiaan yang mereka miliki sebelumnya. Namun demikian program penghematan yang dilaksanakan ini tentunya tidak bisa dilakukan secara pukul rata terhadap semua bidang/lembaga. Ada beberapa kelembagaan atau bidang yang membutuhkan anggaran yang cukup besar bahkan perlu ditingkatkan lagi dari anggaran yang telah dialokasikan selama ini pada bidang tersebut. Salah satunya bidang yang membutuhkan anggaran besar adalah bidang pendidikan. Bidang yang mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut hingga saat ini belum mencapai 20% dari APBN seperti yang telah diamanatkan pada UUD 1945 hasil amandemen MPR Reformasi.
Demikian juga dengan bidang pertanian, pariwisata, kesehatan, dan militer. Pertanian yang merupakan bidang pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia tentunya membutuhkan anggaran yang besar didalam menjaga keberlangsungannya. Pariwisata yang merupakan bidang andalan dalam mendapatkan devisa bagi negara juga membutuhkan anggaran yang besar didalam mempertahankan dan meningkatkan apa yang telah diraih selama ini. Kesehatan merupakan bidang yang menyentuh harkat rakyat Indonesia yang sebagian besar masih ada dibawah garis kemiskinan. Dan terakhir militer, peralatan militer yang kita miliki telah begitu usangnya sehingga sangat meragukan untuk bisa menjaga martabat bangsa atau menjaga keutuhan wilayah negeri ini. Bahkan karena usangnya, peralatan militer tersebut telah merenggut jiwa tentara kita karena tidak layak pakai lagi. Penghematan anggaran pada bidang yang tepat dan waktu yang tepat akan memberikan manfaat bagi kita semua. Apalagi bila penghematan anggaran seperti ini juga dilaksanakan oleh pemerintah daerah baik itu propinsi, kabupaten, dan tingkat pemerintahan yang lebih rendah lainnya. Tentunya akan semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh rakyat Bali dalam peningkatan taraf kesejahteraan hidupnya. Harapan ini sekarang kita gantungkan kepada para pimpinan daerah yang baru terpilih pada pilkada Bali baik tingkat kabupaten maupun propinsi untuk mewujudkannya. Efisiensi dalam penggunaan anggaran yang ada dan anggaran yang diprioritaskan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Bali.
Penulis, dosen sistem informasi JTE Politeknik Negeri Bali dan STITNA, warga Serongga Kelod, Gianyar