Saturday, December 01, 2012

Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika,
kajian pustaka tentang MENGembalikan identitas bangsa DEMI MENJAGA Indahnya Pluralisme DIBALIK BAHAYA Ancaman Disintegrasi

I Gede Suputra Widharma
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Bali,
Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali

Abstrak:
This literature study of our nation motto, Bhinneka Tunggal Ika, show that how important sense of belonging in our country. Indonesia is country with thousands islands, races, culture, languages, and religions. But, bhinneka can be like sword with its two shapes. In one shape that mean pluralism is so exotic and be able to give advantages for this country. But in another shape, bhinneka is identified with differences. Disintegration is latent dangerous that wait for our careless with bhinneka.
Solving this problem (disintegration) are using sense of tolerance, good-will  our elites, and the last but the most important is back to bhinneka for nation identity.
Keywords: Bhinneka, pluralism, disintegration, tolerance, identity

I.              Pendahuluan
Bhinneka Tunggal Ika tertulis slogan bangsa pada pita yang dicengkram kuat oleh Burung Garuda, kata-kata sakti yang diambil oleh founding fathers dan mothers kita dari warisan leluhur kita pada masa kejayaan nusantara lama. Semboyan Bhineka Tunggal Ika diambil dari mahakarya Mpu Tantular dari konsep teologi Hindu yang berbunyi, “Bhina ika tunggal ika, Tan Hana dharma mengrawa”, yang artinya, Berbeda-beda Dia, tetapi satu adanya, tak ada ajaran yang menduakannya. Sosok Mpu Tantular yang seorang pendeta Budha dan sangat terbuka terhadap pemeluk agama lain, terutama Hindu-Siwa. Artinya bahwa bangsa Indonesia sudah sejak lama mempraktekkan hidup toleran terhadap pluralitas yang inheren. Kehidupan yang seperti itu menjadi tradisi dan menjiwai setiap anggota dalam masyarakat kita. Hal itulah yang merupakan sendi dari keberadaan bangsa Indonesia yang plural. Bhinneka Tunggal Ika mengandung arti yang sangat dalam bagi negeri ini. Berbeda-beda tetapi tetap satu juga, berbeda pulau, suku bangsa, bahasa, agama, tapi tetap satu bangsa satu bahasa satu Indonesia. Namun bagaikan dua sisi mata pedang, kebhinnekaan pada satu sisi bisa menjadi sebuah potensi yang dapat mengantarkan kejayaan.


Dengan berbagai keragaman yang terdapat di Indonesia, jika diolah dengan baik akan menciptakan kehidupan indah yang penuh dengan warna di dalam satu kesamaan yaitu di bawah naungan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan asas Pancasila. Sementara itu, pada sisi lain kebhinekaan tersebut jika tidak dikelola dengan baik justru dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rainer Forst dalam Tolerance and Democracy berpendapat tentang toleransi yang dikutip oleh Zuhairi Misrawi, yaitu konsepsi yang dilandasi pada otoritas negara (permission conception) dan konsepsi yang dilandasi pada kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan penghormatan terhadap yang lain (respect conseption). Dua bentuk toleransi yang ditawarkan oleh Rainer Forst, penulis lebih tertarik menggunakan toleransi respect conseption. Bentuk toleransi yang kedua tersebut menghadirkan toleransi dalam kehidupan masyarakat secara kultural. Dan hal ini lebih tepat jika diberlakukan di Indonesia. Jika menggunakan bentuk pertama, permission conception, dikhawatirkan digunakan untuk menekan “kelompok” yang “tidak disukai” oleh mereka yang berkuasa dan terkesan hanya sebuah kontrak hitam di atas putih. Selain itu, tidak semua masyarakat dapat mengetahui, memahami, apalagi jika ditambah tidak ada sosialisasi dari pemerintah. Bentuk toleransi yang kedua, bisa diterapkan sesuai dengan local wisdom setiap wilayah. Hal ini bisa menghidupkan kembali berbagai local wisdom yang telah mulai dilupakan oleh masyarakat. Local wisdom yang diterapkan “harus” selalu dimaknai ulang (re-interpretasi) sesuai dengan keadaan masyarakat. Jika tidak, masyarakat akan beranggapan bahwa local wisdom tersebut sudah tidak relevan lagi diterapkan dalam masyarakat dewasa ini. Michael Walzer memandang toleransi sebagai sebuah keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup damai (peaceful coexistance) di antara pelbagai kelompok masyarakat dari pelbagai latar belakang sejarah, kebudayaan, dan identitas. Dalam konteks keindonesiaan, “Bhineka Tunggal Ika”, yang secara politis dan geografis bermakna ”bermacam ragam etnis yang hidup di kawasan nusantara, tetapi memiliki satu tujuan yang sama”, sementara secara teologis bermakna “Sumber Kebenaran hanya satu, meskipun manusia mengungkapkannya dengan cara yang berbeda-beda” bisa dijadikan dasar untuk membangun toleransi. “Kesadaran” akan adanya berbagai kelompok, etnis, agama yang ada dalam kehidupan ini, meniscayakan sebuah sikap menerima dan menghargai mereka. 
            Seperti yang disampaikan oleh Zaltmann bahwa ada tiga strategi dalam proses perubahan masyarakat, yakni :
A) Strategi empiric rational
Strategi ini membawa perubahan dengan informasi atau dengan data-data tentang suatu obyek, seperti melalui publikasi, ataupun sosialisasi.
Yang termasuk dalam strategi ini adalah sosialisasi 4 pilar berbangsa, penggunaan media komunikasi dan informasi  sebagai sarana publikasi nilai-nilai,  sosialisasi perangkat peemerintah terkecil di lingkungannya, mendorong keluarga dalam penanaman nilai-nilai toleransi.
B) Strategi normative re-educative.
Pada dasarnya strategi ini membawa perubahan dengan mengubah norma-norma yang dianut oleh masyarakat. 
Menuangkan dengan implisit ataupun eksplisit tentang 4 pilar berbangsa dalam produk peraturan perundang-undangan, menggunakan pendidikan dan institusi keagamaan sebagai sarana pengubah norma, mengadakan pertemuan-pertemuan informal ataupun non formal dengan kelompok masyarakat, kelompencapir, PKK, Koperasi, dan lain-lain.
C) Strategi power - coercive.
Perubahan dapat terjadi dengan adanya kekuasaan.
Strategi ini berhubungan dengan kebijakan yang diambil oleh pihak yang mempunyai kekuasaan seperti Pemerintah. Disini tindakan sigap dan tegas aparat dalam menjaga kerukunan umat beragama dan menindak setiap pelaku yang mencoba mencederai hal tersebut.
            Indonesia mempunyai ribuan pulau yang tersebar di daerah khatulistiwa. Jalur pegunungan yang membujur di setiap pulau, membentuk lahan yang subur, udara yang sejuk dan nyaman serta panorama yang indah. Oleh karena itu, kepulauan Indonesia dijuluki denganuntaian zamrud di khatulistiwa. Tiap pulau dihuni oleh berbagai suku dengan budaya yang berbeda. Mozaik budaya tersebut merupakan potensi yang siap untuk dikembangkan.           Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Kebhinekaan itu dapat dilihat dari 2 sudut :
1. Secara horisontal menunjukkan adanya perbedaan, tetapi tidak adanya tingkatan seperti perbedaan berdasarkan fisik atau ras, perbedaan suku bangsa, agama dan jenis kelamin;
2. Secara vertikal, yaitu perbedaan yang menunjukkan adanya tingkatan seperti tingkatan pendidikan dan pendapatan.
Kemajemukan Bangsa Indonesia disebabkan oleh 3 faktor, yaitu :
1. Latar belakang historis;
2. Kondisi geografis; dan
3. Keterbukaan terhadap budaya luar dan asing.


            Perbedaan tampak dari adanya berbagai jenis budaya, adaptasi terhadap lingkungan, dan perkembangan teknologi. Walaupun berbeda Indonesia mempunyai persamaan, yaitu umumnya berasal dari satu nenek moyang, bahasa yang dipergunakan berasal dari satu rumpun, dan dari sudut budaya menunjukkan adanya persamaan, yaitu berdasarkan tradisi dan ikatan keluarga. Kekayaan yang melimpah telah banyak menarik bangsa asing untuk menjajah Indonesia. Karena itu, muncul adanya kesadaran akan persatuan dan kesatuan. Melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 Bangsa Indonesia berikrar menjadi satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Keanekaragaman suku bangsa bersatu di bawah kesatuan Republik Indonesia dengan lambang Garuda Pancasila melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya persatuan dalam perbedaan.


II.            Metode Penelitian
Berbeda-beda tetapi tetap satu juga, berbeda pulau, suku bangsa, bahasa, agama, tapi tetap satu Indonesia. Namun bagaikan dua sisi mata pedang, kebhinnekaan pada satu sisi bisa menjadi sebuah potensi yang dapat mengantarkan kejayaan. Namun disisi yang lain, dapat membelah negara kita seperti kisah negara adidaya (Uni Sovyet) menjadi pecahan-pecahan tidak jelas yang membawa kehancuran
            Dengan membawa kajian pustaka, membandingkan dengan harapan yang ada, dan mencari data factual yang ada di masyarakat, berusaha untuk mencari solusi terbaik bagi permasalahan ini.


III.           Hasil Penelitian
            Setelah mengadakan kajian pustaka terhadap kebhinnekaan dan indahnya pluralisme yang tercipta pada kebhinnekaan ini serta kejadian kekerasan dan tragedi kelabu yang terjadi selama ini, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Data Peningkatan Angka Kekerasan berbau SARA:
-    Tragedi kelabu Mei 1998 terhadap keturunan Tionghoa di Jakarta
-    Pertikaian di Poso dan Maluku antar umat beragama berbeda yang menghancurkan 400 gereja dan 30 mesjid serta 3000 nyawa melayang.
-   Perang etnis antara Suku Madura dan Dayak di Kalimantan menyebabkan kerugian imateril dan materil yang sangat besar
-   Setara Institute melansir jumlah kekerasan mengusung agama pada tahun 2010 telah terjadi sebanyak 286 kali di negeri ini, yang cenderung meningkat dibanding 17 kasus pada tahun 2009
-   The Wahid Institute pada tahun 2008, melansir 59 kasus kekerasan yang dilakukan organisasi masyarakat tertentu dengan dalih agama.
-     Moderate Moslem Society (MMS) mencatat sekitar 81 kasus intoleransi beragama di Indonesia sepanjang 2010. Angka ini naik 30% dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 59 kasus.
-    Penyerangan terorganisir dibantu ormas terhadap penganut agama yang lain terjadi di beberapa daerah dalam jumlah yang meningkat yaitu Jawa Barat, Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Madura.
-    Laporan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri di depan rapat gabungan Komisi DPR RI dan pemerintah mengungkapkan di tahun 2007 tercatat 10 tindakan kekerasan dilakukan ormas. Jumlah tindakan kekerasan menurun menjadi 8 di tahun 2008, namun meningkat tajam menjadi 40 tindakan kekerasan ormas di tahun 2009. Dan di tahun 2010 saja yang baru berlangsung tengah tahun pertama telah terjadi 49 tindak kekerasan yang dilakukan ormas.
-    Bali Post pada laporannya menyatakan kekerasan berbau SARA pada penyerangan desa transmigran Bali oleh penduduk asli yang dibantu ormas di Lampung Selatan, yang mengakibatkan nyawa melayang, dan ratusan rumah terbakar.
-   Gejala disintegrasi yang melanda Aceh, Maluku, dan Papua dengan dukungan organisasi tertentu dan pihak l;uar.
-   Terorisme yang mengatasnamakan agama menggalang anak-anak muda untuk melakukan tindakan bom bunuh diri terhadap agama lain.


IV.          Pembahasan
            Apa yang terjadi pada negeri ini yang berakar pada kebhinekaan seperti pada data diatas, hanyalah kasus per kasus saja dari ratusan juta penduduk Indonesia yang tersebar pada ribuan pulaunya. Artinya hanya segelintir yang melihat kebhinnekaan ini dari sisi pedang yang salah. Sedangkan sebagian besar bahkan jauh lebih besar masih mensyukuri kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kebhinnekaan. Tapi, seperti yang disampaikan oleh tetua kita, yaitu antara lain:
- menyimpan api dalam sekap, ataupun
- seperti duri dalam daging, ataupun
- seorang makan cempedak semua kena getahnya, ataupun
- gara-gara setitik nila, rusak susu sebelanga
Demikian pula halnya dengan akibat segelintir warga yang dibiarkan akan dapat merambat. Meluas, dan membakar dalam wilayah yang luas.

Indahnya Pluralisme
            Indonesia yang luas keseluruhannya hampir 2 juta km2, tersebar di sekitar khatulistiwa pada lintang 6° LU sampai 11° LS dan 95° BT sampai 141° BT. Indonesia terdiri atas 17.667 pulau, dengan mendekati 250 juta jiwa penduduk, lebih dari 1200 suku bangsa dengan 750 bahasa daerah, dan 6 agama resmi serta lebih dari 240 aliran kepercayaan. Terletak diantara 2 kontinental, 2 samudra, 2 sirkum pegunungan, dan 2 garis flora fauna. Berlimpahnya lahan yang subur, udara yang sejuk dan panorama yang indah, sehingga dijuluki zamrud khatulistiwa. Indonesia merupakan bangsa yan penduduknya bersifat majemuk atau beragam (bhinneka). Mozaik budaya di hamparan khatulistiwa ini merupakan potensi besar untuk dikembangkan.
            Kalau negeri jiran yang jauh lebih sedikit keberagamannya mengatakan dirinya sebagai truely asia, maka negeri kita pantas menyatakan dirinya sebagai truely of the world. Dengan keberagaman dunia yang dimiliki ini, Indonesia merupakan bangsa yang plural dan bangsa yang sangat eksotik. Mulai dari batas timur negeri ini, penduduk Indonesia terdiri dari golongan Papua Melanesoid  yang hitam manis mendiami Papua, Aru, dan Kai. Golongan Mongoloid berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, yang memiliki kulit putih sampai sawo matang. Golongan Weddoid dengan jumlah yang relatif sedikit, seperti orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano dan Tomuna. Dan percampuran antara golongan-golongan ini yang menciptakan negeri ini semakin beranekaragam dari sisi penduduknya. Serta dengan banyaknya imigran (India, Arab, China, Eropa, dan lain-lain) yang telah menjadi warga negeri ini. Penduduk dengan berbagai kesukuan tersebar di seluruh Indonesia yaitu Jawa, Sunda, Madura, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Bali, Sasak, Bugis, Manado, Makassar, juga anak suku bangsa seperti Nias, Kubu, Mentawai, Baliage, Asmat, Dani, Tobati, Molof dan banyak lagi yang lainnya. Masing-masing suku bangsa mempunyai keanekaragaman adat istiadat, bahasa, dan budaya. Demikian juga agama dan kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Animisme dan dinamisme adalah kepercayaan yang paling tua, dan berkembang sejak zaman pra sejarah. Agama Hindu datang ke Indonesia dari India sekitar abad ke-5 SM dengan bukti tertulisnya ditemukan di Kalimantan Timur (Kerajaan Kutai) dan Bogor (Kerajaan Tarumanegara). Kemudian disusul Agama Budha mulai berkembang di Sumatra (Kerajaan Sriwijaya) dan Jawa (Kerajaan Mataram). Masuknya Agama Khong Hu Cu bersama kedatangan para pedagang China yang menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya hingga Kerajaan Majapahit. Agama Islam datang dari Arab Saudi melalui Gujarat India sekitar Abad ke-7. Agama Islam menjadi agama terbesar dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Orang Eropa datang ke Indonesia pada awal abad 20, membawa agama Nasrani (Kristen Katholik dan Kristen Protestan). Belum lagi ratusan aliran kepercayaan yang masih dipegang teguh oleh berbagai anak bangsa semakin menambah indahnya pluralisme di negeri ini.
            Begitu indahnya keanekaragam negeri ini, seperti miniatur dunia yang penuh warna dan peradaban. Sesuatu yang membanggakan dan daya tarik dunia untuk menjadi the best and the biggest tourism destination.

Ancaman Disintegrasi
            Bangsa Indonesia adalah bangsa yang unik. Bangsa yang terdiri atas berbagai ragam suku, agama, budaya, dan etnis, yang tersebar di berbagai pulau. Kekayaan ini patut menjadi kebanggaan. Namun, kebanggaan ini menjadi tidak bermakna ketika kebhinekaan yang ada tidak bisa dikelola dengan baik. Sebab, sifat sektarianisme akan selalu melekat dalam setiap individu, jika mereka tidak memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Kesadaran yang utuh akan kebhinekaan yang termanifestasikan dalam tindakan nyata merupakan kerangka dasar yang akan menggerakkan rasa nasionalisme yang tinggi. Dengan demikian, kebhinekaan yang ada dapat terajut dalam ketunggalanika yang berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila. 
            Tercatat dalam sejarah bangsa, kesaktian Bhinneka Tunggal Ika mulai terongrong sejak krisis multidimensi melanda negeri ini dan kecenderungan negara yang lelet atau bahkan apatis, sehingga benih-benih konflik mulai muncul, merebak, hingga meledak seperti bom dengan wilayah yang luas. Berbagai konflik kekerasan yang terjadi bersifat multidimensi, yang tidak berdiri sendiri tetapi kait berkait masalah negeri ini seperti benang kusut, antara masalah agama, ekonomi, sosial-budaya, politik, dan marginalisasi.  Bayang-bayang kelabu tragedi pembantaian etnis Tionghoa di Mei 1998. Perang Islam-Kristen di Maluku dan Poso yang menghancurkan 400 gereja dan 30 mesjid serta 3000 nyawa melayang. Perang etnis antara Suku Madura dan Dayak di Kalimantan menyebabkan kerugian imateril dan materil yang sangat besar. Hingga terakhir penyerbuan terhadap desa para transmigran asal Bali oleh penduduk asli di Lampung selatan. Belum lagi konflik penyerangan terhadap umat aliran kepercayaan, perusakan rumah ibadah, ataupun kekerasan terhadap umat beragama. Kini kekerasan sudah menjadi trend penyelesaian masalah.
            Kita tentu sangat prihatin dengan beragam konflik yang terjadi belakangan ini, yang pada dasarnya disebabkan ketidakmampuan bangsa merajut persatuan dalam keragaman bangsa Indonesia. Kita kurang menyadari, bahwa negara ini terbentuk dari beragam perbedaan yang tidak akan bisa berjaya tanpa semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, persatuan dan kesatuan bangsa merupakan harga mati yang harus dicapai demi terciptanya kesejahteraan bangsa Indonesia. Secara nyata mesti disadari, bahwa kebhinekaan merupakan fitrah alam Indonesia yang tidak bisa kita mungkiri.      Kiranya pernyataan ini terkesan klasik. Tetapi, nyatanya hal ini masih belum bisa diimplementasikan dengan baik, sehingga terus menjadi gurita yang merangkak diam-diam dan siap menerkam, lalu menjadi persoalan besar bagi kebangsaan kita. Minimnya teladan yang baik dari para elite negara  yang terkait persatuan dan kesatuan juga menjadi hal yang patut dipertanyakan. Dalam situasi yang sedang marak konflik, elite politik di parlemen, para wakil rakyat justru sibuk beradu pendapat dan mengedepankan kepentingan masing-masing. Sementara kesejahteraan rakyat terabaikan. Sebagai pemimpin yang baik, mestinya pemerintah dan lembaga tinggi negara yang lain memberikan contoh yang baik, tidak malah ikut-ikutan larut dalam konflik yang hanya bertujuan menguntungkan pribadi dan kelompoknya.
            Dan keindahan ini sangat ditunjang dengan besarnya rasa toleransi yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia sejak dulu. Namun dibalik sebagai rahmat terindah, dalam keberagaman ini ada marabahaya terburuk jika hal ini tidak dikelola dengan baik. Untuk itulah selama bertahun-tahun para founding fathers dan mothers berdialektika untuk merumuskan ke-Indonesiaan seperti apa yang hendak kita didirikan.



Budaya Toleransi
            Substansi dari sebuah keberagaman adalah perbedaan dan menerima perbedaan sebagai rahmat Tuhan. Namun tidak semua orang dapat menerima adanya perbedaan dalam lingkungannya. Sikap chauvinisme kadangkala lebih menonjol  dalam mengatasi permasalahan tersebut dibanding jiwa besar ataupun rasa keterbukaan terhadap perbedaan tersebut. Toleransi adalah kata kunci memecah kebuntuan dalam perbedaan. Toleransi adalah konsepsi yang dilandasi pada kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan penghormatan terhadap yang lain (Rainer Forsf). Toleransi yang sebaiknya diterapkan sesuai dengan local wisdom/local genius masing-masing daerah. Mayoritas mengayomi yang minoritas, sedang yang minoritas menghormat yang mayoritas. Bhinneka Tunggal Ika dalam hal ini bermakna ”bermacam ragam etnis yang hidup di jamrud khatulistiwa ini, tetapi memiliki satu tujuan yang sama”. Kesadaran akan adanya berbagai kelompok, etnis, agama yang ada dalam kehidupan ini, menimbulkan sikap keterbukaan untuk menerima dan menghargai perbedaan tersebut. Menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai identitas bangsa pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan bangsa ini, dengan ciri-ciri khas yang membedakan bangsa kita dengan bangsa lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Identitas bangsa berhubungan dengan pengalaman sebuah bangsa di masa lalu. Pengalaman bangsa di masa lalu mengendap menjadi karakter, sifat, dan nilai-nilai hidup bersama. Berdasarkan hakikat pengertian tersebut, maka Bhinneka Tunggal Ika ini tidak dapat dipisahkan dengan jati diri bangsa atau lebih kepribadian Bangsa Indonesia. Identitas bangsa yang mewujudkan integrasi nasional. Kesadaran untuk menerima identitas bansa ini sebagai faktor penguat pondasi berbangsa dan bernegara sehingga menjadi semakin kokoh. Namun nilai identitas bangsa itu telah terkikis dan menjadi bartang langka di negeri ini. Masyarakat seperti kehilangan jati dirinya. Perasaan pentingnya persatuan dalam ke-bhinekaan yang sejatinya merupakan alasan dasar kita menjadi bangsa Indonesia, namun pada masa Orde Baru ternyata ke-bhinekaan tersebut justru dianggap sebagai sebuah ancaman yang terus merongrong kekuasaan. Selama itu pula Orde Baru  telah menciptakan lingkungan yang monolitik, yang tidak mengenal dalam dirinya sifat oposan bahkan kompetisi terbuka. Dalam konteks ini termasuk pula penolakan terhadap semua bentuk perbedaan perspektif dan ideologis. Segala bentuk realitas heterogen diingkari. Hal ini telah melahirkan masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk menerima perbedaan yang ada. Perbedaan baik itu agama, ras, etnis, adalah sesuatu yang demikian melahirkan perbedaan berat, bahkan kecurigaan yang kehilangan rasionalitas. Setelah tumbangnya orde baru, masyarakat yang tadinya sudah kehilangan jati diri, berhadapan dengan nilai-nilai lama yang sudah pudar, tetapi nilai baru belum datang. Ini kondisi yang disebut oleh tokoh sosiologi, Robert Merton sebagai kondisi Anomie. Salah satu identitas yang paling parah mengalami destruksi adalah nilai-nilai keberagaman (bhineka tunggal ika). Masing kelompok ingin menetapkan identitas kelompoknya di tengah belum kekosongan nilai-nilai. Fakta yang terjadi, masyarakat begitu mudah marah terhadap saudara setanah airnya sendiri dengan melahirkan peristiwa yang membuat kita miris.
            Selain faktor dari dalam tersebut, rapuhnya nilai-nilai toleransi juga dipengaruhi dari luar. Globalisasi menawarkan nilai universal yang harus dianut semua bangsa. Artinya, tidak akan ada kearifan lokal yang ditawarkan oleh globalisasi karena merupakan penyatuan budaya yang disebut budaya dunia. John Naisbitt berpandangan dalam era globalisasi telah terjadi kecenderungan paradoksal.Salah satunya dengan derasnya trend ke arah terbentuknya kota buana (global city) akibat dari kemajuan teknologi transformasi dan informatika. Namun sisi lainnya,masyarakat modern semakin merindukan nilai-nilai dan gaya promordial,terutama pada romantisme etnis. Bahkan Naisbitt menyerukan trend ini telah begitu mengeras sehingga menjelma bagaikan virus tribalisme.
Selain itu Arnold Toynbee mengutarakan, kebudayaan akan berkembang apabila ada keseimbangan antara challenge dan response. Kalau challenge terlalu besar, sedangkan kemampuan untuk me-response terlalu kecil, kebudayaan itu akan terdesak. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, justru akan menumbuhkan kreativitas masyarakat . Saat ini kita bisa saksikan bagaimana generasi muda kita menghamba pada selera pasar dan budaya-budaya yang dijajakan kapitalisme. Hal ini dalam jangka panjang akan menggerus kita punya budaya. Nilai-nilai kolektif jangan sampai digantikan oleh nilai-nilai individualisme. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan Toynbee, kita harus punya kemampuan merespon dan mengelola budaya-budaya yang masuk dari luar tersebut. Maka, agar tidak terombang ambing, kepribadian kita harus kuat terlebih dahulu.
Sesudah 13 tahun berlalu, reformasi juga ternyata belum mampu mengembalikan identitas bangsa yang telah lama diberangus dari kepribadian masyarakat. Faktanya mulai marak kekerasan berlabel kelompok yang mengatasnamakan agama.




Peran Elite
            Dalam pembukaan UUD 1945 dikatakan “untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dalam hal ini negara sebagai organisasi yang dibentuk karena ketidakmampuan orang per orang untuk menyelesaikan masalahnya, harusnya tampil ke depan sebagai pemecah masalah. Namun, hari ini wajah negara adalah wajah negara yang abstain. Negara hadir tetapi memilih tidak melakukan apa-apa.   
            Terkait dengan konflik agama, ada beberapa hal yang menjadi titik point untuk mengatasi problem tersebut. Para elit agama seharusnya bersikap arif dalam melihat perbedaan dalam penafsiran, sehingga tidak “dengan mudahnya” mengeluarkan fatwa yang dapat mendiskriditkan kelompok lain. Kemampuan dan keharusan seseorang, kelompok, organisasi atau lembaga untuk mengontrol dan mengendalikan diri (restrain), tulus hati (diligence), mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait (comprehensiveness), mendahulukan tindakan yang masuk akal (reasonableness) dan kejujuran (honest). Kelima-limanya dijadikan sebagai acuan parameter uji sahih untuk meneliti berbagai kemungkinan pemaknaan teks sebelum pada akhirnya harus memutuskan dan merasa yakin bahwa dirinya memang mengemban sebagian perintah Tuhan.
            Para elit agama seyogyanya tidak membawa “konflik perbedaan” semakin mengemuka. Poin terpenting adalah bagaimana membawa “perbedaan” untuk menyelesaikan problem sosial yang semakin hari semakin akut. Problem sosial yang dihadapi bangsa Indonesia sangat kompleks, dan problem inilah yang seharusnya diatasi. Konflik identitas agama hanya merupakan bumbu penyedap dari akutnya problem sosial, sehingga perlu penanganan secepatnya terhadap berbagai problem sosial. Jika masyarakat hidup dalam keadaan yang aman, sejahtera niscaya berbagai konflik yang ada dengan sendirinya akan terkikis, walau tidak berarti akan benar-benar hilang dari muka bumi ini. Tokoh agama sebagai benteng moral juga tidak banyak berperan dalam  memberikan pemahaman kehidupan bermasyarakat yang benar. Ini akibat derasnya godaan berpolitik sehingga lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai “penjewer kuping” pemerintah ketika berjalan di jalan yang salah. Selain itu, tanggung jawab dan pengaruh  kepada umat juga dirasakan semakin memudar. Umat tidak lagi tunduk pada tokoh agamanya, karena disekitarnya banyak tokoh agama yang justru bermain mata dengan apa yang diajarkannya. Sedangkan guru bangsa, kini mulai kekurangan stok.
Masalah-masalah kebhinnekaan mencakup tiga hal, yaitu; masyarakat, tokoh dan negara. Demikian yang disampaikan Romo Franz bahwa dari sisi masyarakat dan ketokohan, bahwa tradisi yang ramah adalah pondasi penting yang telah dimiliki masyarakat Indonesia. Fakta akhir-akhir ini, tak lepas dari kodrat manusia yang memang sempit, sesuatu yang belum diketahui menjadi dicurigai. Lebih jauh, perubahan dan persaingan menjadikan orang lebih mudah untuk tidak toleran. Ketakutan akan ketertinggalan dan oleh karenanya ketertindasan menjadi pemicu menurunnya tingkat toleransi. Oleh karenanya masyarakat perlu dibantu, baik oleh panutan maupun negara untuk kembali menumbuhkan sikap-sikap toleransi dalam masyarakat yang belakangan hari ini mulai tergeser dari tempatnya. Toleransi disini harus dipahami sebagai toleransi aktif bukan pasif. Jika pasif, maka seseorang sadar dan menerima dirinya dan orang lain berbeda. Sedangkan toleransi aktif, selain sadar akan perbedaan, juga aktif dalam memelihara perbedaan tersebut agar tidak menjadi faktor perusak kohesi bermasyarakat.
Kaum elite sebaiknya semakin sering terjun (masimakrama) ke masyarakat, untuk mengetahui kondisi di lapangan. Seperti apa yang dilakukan Jokowi pada warga Jakarta akhir-akhir ini yang menunjukkan kedekatan elite dengan warganya. Sehingga sosialisasi program kerja juga pilar bangsa dapat terus ditanamkan bagi warganya.




Kembali Pada Bhineka Tunggal Ika Sebagai Identitas
            UUD 1945 pasal 36 dengan tegas menempatkan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia. Ke-bhinekaan yang Tunggal Ika seperti yang tertulis dalam kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada masa Kerajaan Majapahit di abad ke-14, merupakan identitas asli bangsa ini yang sudah tertanam sejak lama dalam pribadi setiap rakyatnya. Sebuah identitas suatu bangsa yang berdiri diatas keaneka-ragaman yang mungkin tidak akan kita jumpai pada belahan dunia manapun. Di dalam Bhinneka Tunggal Ika pula terdapat sejarah panjang bangsa ini. Sejarah akan sebuah bangsa yang berdiri diatas tanah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Hindu, Budha, Islam, Portugis, Inggris, Spanyol, Jepang dan Belanda. Tentunya semua itu mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam budaya, bahasa, agama dan keyakinan dan lain-lain. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Indonesia dari masyarakat yang berkepercayaan dinamisme dan animisme hingga menjadi penganut agama-agama import bawaan saudagar-saudagar china, timur tengah, dan barat, juga semakin memperkaya bangsa ini dalam ranah ilmu pengetahuan alam dan sosial maupun teologi. Perlahan demi perlahan toleransi antar umat beragamapun berkembang pada masyarakat Indonesia, seiring dengan semakin derasnya ajaran-ajaran agama baru yang menginvasi Indonesia.
            Jika kita pahami identitas bukanlah suatu yang selesai dan final dan keadaan yang dinegosiasi terus-menerus, maka wujudnya akan selalu tergantung dari proses yang membentuknya. Identitas bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan dan terus menerus berkembang atau seperti yang telah dirumuskan Bung Karno sebagai ekspresi roh kesatuan Indonesia, kemauan untuk bersatu dan mewujudkan sesuatu dan bermuatan yang nyata. Perwujudan identitas bangsa Indonesia tersebut jelaslah merupakan hasil proses pendidikan sejak dini dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan formal dan informal. Untuk itu bagaimana, pemerintah, tokoh agama dan masyarakat bersinergi untuk kembali pada identitas kita yang asli yakni bangsa yang berbeda-beda tetapi satu jua.


Kita hendak mendirikan suatu negara "semua buat semua". Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, - tetapi negara "semua buat semua".
(Soekarno)

V.           Kesimpulan dan Saran
Simpulan     
            Kebinnekaan yang dimiliki Indonesia seperti dua sisi pedang yang tajam. Pada satu sisinya adalah indahnya pluralisme yang membuat Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar, namun disi yang lain adalah bahaya disintegrasi, bisa bernasib seperti Uni Sovyet pecah menjadi beberapa negara kecil yang akan mudah dijadikan boneka negara lain.
            Dalam menghindari kehancuran dan meraih kejayaan berdasarkan kebhinnekaan yang kita miliki, ada 3 hal yang perlu dijalankan yaitu:
- Tanamkan toleransi pada diri dan jiwa seluruh rakyat
- Peran elite, baik itu pimpinan negara, pimpin organisasi, pimpinan umat, hingga guru bangsa untuk mengayomi warganya tentang indahnya kebhinnekaan
- Mengembalikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Identitas bangsa kita yang menunjukkan ke-Indonesia-an pada dunia internasional

Saran
            Pentingnya sosialisasi 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat luas, baik melalui pertemuan informal dan nonformal juga melalui pendidikan formal


Daftar Pustaka
Elsam. 2009. Diginitas: Komunalisme dan Kekerasan Komunal, Elsam, Jakarta
Mahkamah Konstitusi RI. 2006. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta.
Setyo Listyati. 2010. Meningkatkan Rasa Cinta Tanah Air dengan Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya.

Monday, November 09, 2009

Sradha bagi Bali

SRADHA DAN IPTEK CEKAL TERORISME HIDUP DI BALI 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Bali sebagai tujuan utama pariwisata dunia memang rentan terhadap ancaman dan gangguan dari pihak luar. Dari jaman dulu, Bali sudah menjadi incaran gangguan dan tantangan beberapa pihak luar namun pada akhirnya Bali selalu dapat menjaga dirinya meskipun dengan perang puputan yang menelan korban jiwa para pahlawan kita. Bahkan sekarang kala pariwisata menjadi andalan devisa bagi banyak negara di kawasan Asia, muncul upaya negara asing yang iri dengan alam budaya yang dimiliki Bali dengan mengadakan promosi pariwisata besar-besaran dan hal negatif lainnya. Namun tetap saja Bali ajeg dan menjadi pusat pariwisata dunia meskipun sempat terluka 2x kena bom teroris yang menelan korban jiwa tamu dan warga Bali. Semua kekuatan dari dulu hingga kini yang membuat Bali bisa bangkit dari luka dan kembali berdiri tegak adalah Sradha yang tertanam pada diri masyarakat Bali. Rakyat Bali sangat teguh pada Sradhanya (keyakinan pada Tuhan, Atman, Karmaphala, Reinkarnasi, dan Moksa). 

Sradha yang membuat rakyat Bali ikhlas menerima ujian dari Nya dan beribadah sesuai ajaran Nya serta menjaga kehormatan tanah warisan leluhur ini dengan sepenuh hati. Hasilnya adalah Bali tetap ajeg dan berdiri tegak sejak dulu hingga sekarang. Dewasa ini seiring perkembangan jaman dengan ekses-eksesnya yang menyebabkan terjadinya pergeseran nilai khususnya pada generasi muda, perlu adanya bimbingan rohani dan pencerahan kembali pada generasi muda tentang Sradha. Sradha yang sejak dulu mampu menjaga Bali hingga sekarang dan pasti akan mampu menjaga Bali hingga ke depan nanti. Sradha yang akan membuat generasi muda Bali tahan terhadap gempuran ancaman yang salah satunya berwujud terorisme. Teroris masih berkeliaran, mengingat masih adanya akar penyebab dari aksi-aksi terorisme seperti kemiskinan dan keterbelakangan, ketidakadilan, dan akar-akar radikalitas itu sendiri yang kadangkala dibangkitkan melalui pertemuan yang bertopengkan kegiatan agama. Bali tidak pernah akan takut pada terorisme, tindakan pengecut yang dilakukan orang-orang yang otaknya dijejali bimbingan iblis yang mengambil wujud manusia. Sejak kapan manusia yang diberkati Tuhan kalah oleh manusia yang dibimbing iblis? Tidak pernah dalam sejarah kehidupan manusia apalagi jika dihubungkan dengan Sejarah Bali. Bali harus selalu meningkatkan Sradhanya sebab dengan Sradha ini Bali akan selalu dekat dengan Tuhan dan leluhurnya, serta dengan sradha pula Bali dapat menjaga hubungan baiknya dengan warga Indonesia pada umumnya dan pada tamu lintas negara. 

Sradha telah terbukti dan teruji membuat rakyat Bali untuk bisa bangkit dan menjadi yang terbaik kembali pada persaingan pariwisata dunia. Tapi lebih baik hasilnya bila Sradha yang telah tertanam pada jiwa rakyat Bali ini juga diselimputi dengan media adiluhung yang dikenal dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Peningkatan kualitas sumber daya manusia Bali dengan menyerap dan menguasai iptek akan membuat Bali akan semakin baik menjaga dirinya. Penguasaan pada Iptek akan membuat kualitas dalam menghadapi ancaman dan gangguan terorisme ini akan semakin baik. Bali tidak hanya dapat bangkit setelah dilukai saja, tapi dapat mencegah agar tidak terluka lagi. 

Dengan iptek juga Bali akan dapat mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan yang masih tersisa, dan ketidakadilan yang belum menjadi bagian dari pola hidup masyarakatnya. Disamping itu dengan penguasaan iptek ini maka banyak lapangan kerja yang bisa diusahakan, banyak informasi terbaru yang bisa ditangkap dan diolah menjadi pencaharian, banyak hal-hal yang selama ini tertutupi akan terungkap untuk kebaikan hidup bermasyarakat. Dan dengan pemanfaatan iptek khususnya teknologi informasi dan telekomunikasi, ruang gerak para teroris ini akan bisa ditekan sesempit mungkin. Dengan demikian maka Bali memerlukan Sradha yang akan menjaga Bali agar selalu ajeg pada adat dan falsafah hidupnya, dan perlunya penguasaan iptek yang akan meningkatkan harkat hidup masyarakatnya. Dua hal yang akan mencegah embrio teroris yang ingin muncul di Bali dan menangkal virus teroris yang ingin masuk ke Bali. Dengan meningkatkan kesradhaan dan penguasaan iptek berarti masyarakat Bali ikut serta aktif dalam program pemerintah untuk menanggulangi persoalan terorisme dengan dua sasarannya yakni mengatasi akar-akar penyebab serta langkah-langkah intensif untuk mencegah dan memberantas aksi-aksi terorisme kapan pun dan di mana pun. 

Penulis, dosen Sistem Informasi - Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali, warga Dukuh Segening Banjar Serongga Kelod, Gianyar, Bali



Krisis Listrik

Krisis Listrik: Saatnya Semua Pihak Introspeksi Diri 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Krisis kelistrikan yang terjadi di Bali saat ini mengganggu gerak ekonomi rakyat yang sedang menuju kearah yang lebih baik. Pemerintah, Dewan legislatif, para stakeholders, dan seluruh rakyat harus segera introspeksi diri. Kondisi seperti ini lebih diakibatkan oleh angka pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi tidak diimbangi perkembangan sejumlah pembangkit terpasang yang tersedia. Sebenarnya, sudah ada penambahan kapasitas pembangkit untuk memenuhi kebutuhan listrik. Tapi, rupanya kebutuhan listrik yang terus meningkat sejalan kebangkitan ekonomi dan kembalinya kejayaan pariwisata menjadi alasan terbaru untuk kondisi belum berakhirnya krisis listrik; selain gangguan, masalah teknis, dan minimnya anggaran. Keterbatasan daya listrik menghambat pembangunan di berbagai sektor yang sedang berlangsung. Pertumbuhan ekonomi diikuti peningkatan permintaan listrik. Namun masalahnya adalah pertumbuhan beban listrik ini tidak diimbangi penambahan jumlah pembangkit dan sarana untuk memperluas layanan terebut. 

Data menunjukkan rata-rata pertumbuhan penjualan energi per tahun 6,8%. Adapun penambahan kapasitas pembangkit dan anggaran hanya untuk pertumbuhan daya 1,9%. Kebutuhan listrik diperkirakan meningkat 1.000 MW per tahun, sedangkan pertumbuhan daya per tahun hanya 500 MW. Hal ini mengakibatkan terjadi defisit dan kepadatan beban listrik yang berakhir pada pemadaman listrik bergiliran. Hal ini diperparah oleh krisis ekonomi global yang menyebabkan tidak ada investasi yang masuk dan pertumbuhan kapasitas terhambat. Proyek pembangunan pembangkit listrik dan transmisi oleh swasta pun tersendat. Sehingga tantangan utama yang dihadapi dalam penyediaan listrik nasional adalah pertumbuhan konsumsi listrik yang tinggi, kurangnya investasi, dan porsi biaya energi primer atau BBM masih sangat besar serta masih kurangnya porsi energi terbarukan. Menanggapi krisis kelistrikan saat ini, sudah seharusnya kita lebih serius dalam upaya menyiapkan alternatif sumber energi baru, dan terbarukan. Uni Eropa telah memperkirakan pada tahun 2050 sumber energi dunia berbasis fosil akan habis. 

Pada saat itu harus sudah memiliki sumber energi alternatif. Berdasarkan perkembangan Iptek, telah banyak diteliti dan dihasilkan sumber energi alternatif baru dan terbarukan yang dapat dimanfaatkan, seperti tenaga air, mikrohidro, angin, surya, panas permukaan laut, geothermal, hingga biomassa yang dapat dijadikan sumber energi alternatif baru dan terbarukan. Seperti keberhasilan riset yang memanfaatkan 30% limbah tebu menjadi sumber listrik bagi industri dan perusahaan gula, serta masyarakat sekitarnya. Jadi sekarang yang penting dibutuhkan adalah introspeksi diri, baik dari pemerintah, dewan legislatif, stakeholders, maupun rakyat untuk mewujudkannya. Beberapa saat lalu Pemerintah telah menunjukkan satu langkah introspeksi diri yaitu program pemenuhan listrik yang memadai menjadi program prioritas utama Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk 100 hari kedepan dan dalam rangka merealisasikan program infrastruktur kelistrikan ini maka akan segera direalisasikan proyek percepatan pembangkit 10 ribu MW. Proyek 10 Ribu MW ini menjadi solusi dalam penanggulangan daerah krisis listrik seperti yang terjadi di Bali sekaligus juga bisa mengoptimalkan program bauran energi. Kemudian dari sisi regulasi, dewan legislatif telah introspeksi diri dengan pengesahan UU Kelistrikan yang membuka peluang swasta ikut membangun infrastruktur listrik di daerah yang selama ini defisit daya. Tinggal bagaimana regulasi ini perlu dijaga aturan pelaksanaannya untuk memberi kepastian hukum dalam menjaga cita-cita untuk kesejahteraan rakyat. 

Kemudian introspeksi diri berikut berkaitan dengan Hari Listrik yaitu pada induknya listrik, PLN sebagai selaku penyedia lsitrik juga perlu mengevaluasi diri akan terasa indahnya jika PLN semakin kokoh sebagai milik rakyat dan untuk rakyat. Mengubah paradigma money oriented lebih menjadi pengabdian demi kepentingan dan kemajuan rakyat serta kemajuan bangsa dan Negara. Yang terakhir adalah ujung tombaknya yaitu introspeksi diri kita sebagai penggunanya yaitu mulai dari menggunakan listrik ini seefisien mungkin dan mentaati aturan perundang-undangan yang ada. Jika semua pihak telah introspeksi diri, maka yakin tak akan lagi terjadi pemadaman listrik. Lagu usang pemadaman listrik pun tak lagi mengalun baik di Bali dan juga di pelosok negeri ini. 

Penulis, dosen Sistem Informasi–Elektro Poltek Negeri Bali, warga Dukuh Segening Banjar Serongga Kelod, Gianyar, Bali



Thursday, January 29, 2009

Mental Yadnya Bagi Anak Bangsa

Menanamkan Mental Yadnya Sedini Mungkin 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Yadnya adalah korban suci dengan ketulusan dan keikhlasan hati. Mempersembahkan yang terbaik yang dimiliki dalam setiap kerja atau aktivitas yang dilakukan tanpa berharap akan dapat imbalan ataupun pujian. Hukum Rta dan Hukum karma phala selalu akan melingkupi ruang dan waktu. Setiap keyakinan pada Tuhan pasti akan tahu kalau setiap perbuatan akan ada hasilnya, jadi untuk apa hasil itu diharap-harapkan apalagi hingga mengambil yang bukan haknya. Andai mental untuk beryadnya tertanam dalam setiap anak bangsa sejak dulu, mungkin negeri ini telah makmur saat berusia 40-50 tahun seperti usia saat kejayaan Majapahit, Sriwijaya, atau Mataram. Namun sayang sekali, negeri ini kemudian pernah dijejali sekumpulan orang berkuasa yang berani berhutang atas nama negara namun sampai hati makan uang itu sendiri. Nikmatnya hidup bergelimpangan kemewahan seperti itu kemudian diteruskan oleh anak mantu dan besannya, juga oleh kroni-kroninya, hingga murid-muridnya. Hasilnya, sekarang negeri ini terpuruk dengan wajah penuh dengan noda yang ditandai dengan masuk papan atas negeri terkorup di dunia. 

Sebagai generasi muda, malu sekali negeri ini digolongkan negeri terkorup di dunia. Padahal negeri yang sangat indah dan kaya ini memiliki Pancasila yang merupakan dasar negara terbaik di muka bumi ini. Negeri ini memiliki segala hal yang dimiliki oleh India untuk ber-swadesi, ataupun Jepang, China, dan Korea untuk menjadi macan asia. Negeri yang tegak berdiri bersatu dalam kebhinnekaannya ini seperti bangsa Amerika, juga memiliki luas wilayah, kekayaan alam, dan jumlah rakyat yang relatif sama banyaknya dengan negara adikuasa tersebut. Bahkan pada usia mudanya, negeri ini merupakan kekuatan ketiga yang ada di Tengah, setelah kekuatan Rusia di Timur dan Amerika di Barat. Lalu mengapa bangsa ini bisa jatuh terperosok seperti ini? Mental. Mental kita masih belum bagus juga walaupun telah 10 tahun reformasi. Ini semua karena lebih dari 30 tahun mental anak bangsa dipasung sedemikian rupa sehingga tidak bisa bilang tidak, hanya bisa mengangguk atau teriak setuju. Mental anak bangsa hingga detik ini masih terpesona mendengar janji-janji palsu, terpesona pada senyuman palsu. 

Mental ini masih suka memperdaya orang dengan bersandiwara santun, iklan yang memutarbalikkan fakta, dan bibir yang membentuk senyuman walau palsu. Mental ini masih suka memuji orang setinggi langit di depannya tapi dibelakangnya menjatuhkan hingga menginjak-injak nama baiknya. Mental ini masih suka memanipulasi data bahan laporan asal boss senang sehingga bisa cepat promosi. Semua ini memang hasil pendidikan dari para orang tua yang keblinger dengan mentalnya yang ingin merebut kekuasaan, menumpuk kekayaan, dan tenggelam dalam kemewahan salah. Mental anak bangsa memang harus diperbaiki sedini mungkin. Mungkin butuh waktu untuk mengubah mental anak bangsa semuanya, sebab masih banyak rakyat yang mentalnya telah keblinger baik separuhnya, seperempatnya, ataupun seperseribunya, tapi tetap keblinger yang jika dibiarkan bisa tambah besar keblingernya dan membahayakan bangsa ini. Untuk itulah sangat diperlukan oleh anak bangsa ini siraman rohani baik oleh bapak Mario Teguh, bung kick Andy, mas Ebiet, bli Gede Perama, bang Deddi Mizwar, bahkan juga para Agamawan yang sudi turun dari gunung ataupun langit guna memberi pencerahan pada umatnya melalui mass media untuk menjadi orang yang bermental baik dan mulia. Mental yang sudi bekerja sekuat tenaga untuk membangun negeri, berusaha dengan sekuat kemampuan untuk memberi yang terbaik bagi nusa dan bangsa. 

Dan semua hasilnya diserahkan pada yang diatas SANA, karena rejeki memang hanya DIA yang mengatur, umat hanya berdoa dan berusaha. Jika diambil dari Bahasa Sankskerta, maka mental yang seperti itu disebut bermental yadnya. Dengan mental yadnya ini, perjalanan bangsa akan jauh dari bahaya laten korupsi. Sekarang tonggak penting arah perjuangan bangsa sedang menanti kita, yaitu tepatnya tiga dan enam bulan kedepan. Siapkan mental yadnya kita. Jangan tertipu lagi dengan janji palsu, tebar pesona, iklan memutarbalikkan fakta. Saatnya mengubah mental kita sebagai anak bangsa mulai saat ini, ketika generasi muda harus menentukan pilihan kearah mana langkah gagah bangsa ini akan dibawa. 

Penulis, margi ananda, dukuh segening, dosen Sistem Informasi JTE Politeknik Negeri Bali



Thursday, July 24, 2008

Multipartai vs Golput



BANYAK PILIHAN BUAT RAKYAT, JADI BUAT APA GOLPUT
I Gede Suputra Widharma, ST, MT
Pemilihan umum 2009 memang masih sekitar satu tahun lagi. Pemilu yang akan menentukan nasib bangsa ke depan, dengan memilih wakil rakyat DPR dan DPD serta Pemimpin negeri ini. Mereka yang akan menentukan kebijakan negara bagi rakyatnya, dan mestinya rakyat sudah tahu mana yang baik dan mana yang kurang (ajar), bahkan mana calon yang busuk, karena yang maju nanti sebagian besar masih yang itu-itu juga. Walau pun masih setahun, tapi euforia menyongsong perhelatan nasional itu sudah mulai di sana-sini sejak saat ini. Bahkan di Bali rentetannya berbarengan dengan Pilkada yang juga melibatkan para pemuncak negeri dan melibatkan seluruh rakyat Bali. Gaung nyoblos belum sirna di Bali, malah jadi semakin kencang sejak KPU mengijinkan partai untuk mulai berkampanye bagi pemilu tahun depan. Sejumlah bendera dan umbul-umbul partai baru yang dipasang meramaikan ruas-ruas jalan di berbagai daerah untuk sosialisasi, tidak kalah dengan partai-partai lama yang telah dikenal masyarakat luas.
Pasca keruntuhan rezim Orde Baru, tuntutan demokrasi sangat kuat di negeri ini dalam bentuk reformasi di bidang politik. Salah satu wujud reformasi tersebut adalah dalam pendirian partai politik sebagai salah satu bentuk kebebasan berekspresi. Dengan pemilu yang multipartai seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno, akan ada banyak visi misi dan program yang disampaikan yang bagi rakyat pemilihnya. Multipartai setidaknya memberi pilihan yang lebih variatif kepada masyarakat, untuk memilih sesuai dengan hati nurani dan harapannya yang tercermin dari visi misi parpol tersebut. Partai merupakan alat pencapaian kekuasaan dan saluran politik resmi yang diakui perundang-undangan untuk mewujudkan harapan rakyat yang memilihnya.
Pada tahun ini tercatat sekitar 95 partai baru yang mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM sebagai peserta Pemilu, dan kemudian oleh KPU ada 34 partai politik yang dinyatakan berhak ikut pemilu tahun depan. Dari sekian banyak partai tersebut, dapat dipilah menjadi tiga bentuk partai politik yang ditawarkan pada masyarakat. Ada parpol yang murni berbentuk partai nasionalis seperti PDIP, Golkar, PNIM, Demokrat, PNBK, hingga Hanura dan Gerindra. Ada parpol yang seminasionalis yang terbuka tapi memiliki basis massa tertentu sebagai pendukungnya, seperti PKB dan PAN dengan massa kelompok agama ataupun dengan basis kalangan tertentu seperti Partai Buruh, Serikat Pekerja, hingga Pemuda dan Patriot. Ada juga partai yang murni berbentuk sebagai partai religius/agama seperti PPP, PKS, PDS, dan PBR. Dari bentuk-bentuk ini pun dapat lagi dipilah menjadi beberapa bentuk lagi sesuai dengan sejarah berdiri dan pendukungnya. Misalnya untuk partai berbentuk nasionalis dapat dipilah sesuai massa pendukungnya, seperti birokrat, saudagar, kaum marhaen, kaum tani, keluarga angkatan, dan lain-lain. Belum lagi pengelompokan pada partai berbentuk seminasional dan partai yang berbentuk religius. Mungkin ada sekitar 8-10 pengelompokan parpol.
Maraknya partai politik baru menjelang Pemilu sejatinya bukan hanya ekstase publik menumbuhkan demokrasi. Partai yang tak mampu memenuhi electoral treshhold tampak cukup mudah bermetamorfosis, demikian juga dengan partai yang tidak lolos verifikasi, pada kesempatan berikutnya cukup mendaftarkan kembali partainya dengan nama yang hampir serupa, atau nama beda sedikit tapi akronimnya sama. Walaupun demikian masih banyak politisi yang memang berjuang untuk rakyat, baik yang ada di parpol lama maupun yang baru membuat parpol. Daripada membiarkan politisi busuk yang hanya janji-janji dan KKN yang terpilih ke gedung DPR/MPR, gunakan hak pilih kita untuk memberi dukungan pada politisi yang benar-benar berjuang untuk rakyat agar bisa menjadi wakil rakyat dan pemimpin kita lima tahun ke depan. Ada banyak partai yang menawarkan programnya dan ada banyak caleg dengan track record masing-masing. Saatnya untuk memilih yang tepat untuk Nusantara dan Pancasila kita, jangan sia-siakan hak kita dan membiarkan kebusukan bersama kita selama lima tahun kedepan.
Penulis, dosen Sistem Informasi/Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali, warga Serongga Kelod Gianyar

Thursday, July 17, 2008

Untuk Indonesiaku


MEMBANGUN BANGSA
Indonesia, tanah lahir beta
pusaka abadi nan jaya
...
Indonesia, sejak dulu kala
tetap dipuja-puja bangsa
...

Melalui blogger ini kupersembahkan gagasanku, nafasku, gerak tubuhku, dan hidupku untuk negeri tumpah darahku. Semoga apa yang kusampaikan dalam setiap kesempatan akan memberikan manfaat bagi negeri ini, bagi bangsaku yang sedang membangun.

...
tempat berlindung di hari tua
sampai akhir menutup mata




Wednesday, July 09, 2008

Nutrition and Suputra




Gizi Membentuk Anak yang Suputra dan Sadhu Gunawan

Anak adalah titipan Tuhan yang wajib untuk di rawat dan dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang, sehingga tumbuh menjadi anak yang baik, cerdas, dan sehat. Membentuk seorang anak menjadi anak yang suputra dan sadhu gunawan adalah tugas Ibu sebagai guru rupaka. Ciri anak sehat dapat dilihat dari segi fisik dan tingkah lakunya. Anak yang sehat akan merasa senang apabila diajak bermain, periang, mempunyai tubuh yang proporsional, dan penuh dengan semangat. Anak yang pintar bersosialisasi dengan yang lain. Kesehatan tubuh anak sangat erat kaitannya dengan makanan yang dikonsumsi. Banyaknya zat-zat tidak baik yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sangat mempengaruhi kesehatan.


Beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya masalah yang timbul mengenai gizi buruk pada balita adalah faktor ekonomi, lingkungan, dan ketidaktahuan orangtua. Keterbatasan ekonomi sering dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kubutuhan gizi pada anak. Lingkungan yang kurang baik juga dapat mempengaruhi gizi pada anak, seperti jajan sembarangan. Faktor yang paling terlihat pada lingkungan masyarakat adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi-gizi yang harus dipenuhi anak pada masa pertumbuhan. Seorang anak yang sehat akan tumbuh dan berkembang dengan normal, baik fisik dan psikisnya. Secara psikis, anak yang sehat akan terus bertambah cerdas, perasaan bertambah peka, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Bukan hanya itu saja, anak yang sehat tampak aktif, gesit, dan gembira serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kesehatan seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserap didalam tubuh. Kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan mudah terserang penyakit, karena gizi memberi pengaruh yang besar terhadap kekebalan tubuh. Beberapa penyakit yang timbul akibat kurangnya gizi antara lain diare, disentri, gondok, busung lapar, defisiensi kurang kalori protein, defisensi vitamin A, defisiensi yodium, anemia, dan beberapa penyakit lainnya. Gizi bukan hanya mempengaruhi kesehatan tubuh, tetapi dapat juga mempengaruhi kecerdasan. Apabila gizi yang diperlukan oleh otak tidak terpenuhi, otak akan mengalami pengaruh sehingga tidak dapat berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi genetiknya. Jika pada puncak pembentukan dendrit gizi yang tersedia tidak cukup, maka jumlah sinapsis yang berbentuk akan berkurang, sehingga mengakibatkan fungsi mentalnya berkurang, seperti: daya ingat dan kapasitas belajar kurang. Pada anak usia dua sampai tiga tahun, mulai mendapatkan masukan gizi-gizi yang khusus, seperti seng dan vitamin A. Hal ini perlu diwaspadai, karena mempunyai relevansi dengan perbanyakan sel tertentu dan bagian dari otak, yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan kemampuan anak dalam memecahkan masalah dan mengingat informasi serta mengurangi daya cipta. Zat lain yang perlu diwaspadai adalah zat besi, karena dapat mengakibatkan kelainan fungsi otak dan kelainan pertumbuhan balita serta mudah terkena infeksi. ASI merupakan sumber gizi pertama dan yang paling alami yang diberikan ibu kepada anaknya. ASI banyak mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan air yang berubah menjadi sebuah fondasi yang sangat kokoh untuk melindungi tubuh dari penyakit. ASI mengandung kolostrum, yaitu suatu zat kekebalan tubuh yang khusus, dan tidak pernah terdapat pada jenis makanan yang lain. ASI mengandung nutrien yang diperlukan oleh otak bayi seperti taurin dan asam lemak ikatan panjang, laktosa, garam, kalsium dan fosfat yang tepat, serta mengandung antibodi, sel darah putih hidup, dan faktor bifidus yang membantu Lactobacillus bifidus dalam usus bayi. Meskipun ASI kaya akan gizi, namun ASI tidak diberikan seumur hidup. Setelah bayi berumur kurang lebih satu tahun, bayi sudah boleh memakan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi utama. Karbohidrat banyak terdapat pada umbi-umbian. Sedangkan lemak berfungsi untuk melindungi organ tubuh, pelarut vitamin dan sumber energi yang terdapat pada keju, susu, kelapa, dan avokad. Protein terdapat telur, gandum, dan kacang-kacangan. Vitamin berfungsi untuk memperlancar proses pengolahan makanan. Vitamin banyak terdapat pada buah-buahan. Makanan yang mengandung keenam zat gizi tersebut disebut 4 sehat 5 sempurna. Riwayat kelahiran juga berperan dalam resiko kurang gizi antara lain tempat lahir dan penolong persalinan. Dengan gizi dan lingkungan yang baik, akan menghasilkan anak yang baik, cerdas, dan berguna bagi keluarga, bangsa dan agamanya.

Simakrama Bali

Simakrama Kandidat Ke Desa Pekraman 
MENGETAHUI KONDISI RIIL MASYARAKAT BALI 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Selama ini Gubernur Bali selalu memberikan bantuan kepada Desa Pekraman yang nilainya terus mengalami peningkatan. Bantuan semacam ini rutin dilaksanakan oleh Gubernur Bali sebagai perangsang kepada Desa Pakraman di Bali untuk pelaksanaan pembangunan. Bahkan bantuan untuk tahun ini yang berkisar pada nilai 50 juta rupiah meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 40 juta rupiah. Bantuan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bali tentang penetapan Desa Pakraman, Subak dan Subak Abian penerima bantuan keuangan Pemerintah Provinsi Bali. Jadi bukan sesuatu yang baru bila Gubernur Bali memberikan bantuan yang jumlahnya terus meningkat bagi Desa Pekraman. Demikian pula dengan para kandidat, walaupun tidak berjanji untuk meningkatkan bantua pada Desa Pekraman, namun saat nanti menjadi Gubernur Bali pasti tetap akan memberikan bantuan bagi Desa Pekraman yang nilainya tentu akan lebih besar sesuai dengan peningkatan pendapatan daerah yang juga berasal dari sepak terjang Desa Pekraman dalam memajukan wilayahnya. 

Hubungan kekerabatan masyarakat Bali terbentuk dalam Desa adat dan desa dinas yang kemudian telah diperdakan berubah menjadi Desa Pekraman. Desa pekraman merupakan satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat dalam ikatan Kahyangan Tiga secara turun temurun. Desa Pekraman merupakan perkumpulan warga desa bercirikan sosio-religius dan komunal yang didasari dengan tata cara krama menjalankan adat istiadat dan agamanya. Desa adat merupakan benteng dalam mempertahankan adat dan budaya Bali, untuk itulah Desa Pekraman perlu mendapatkan bantuan. Bantuan yang diberikan hanya sekedar sebagai perangsang, bukan program yang direncanakan oleh Desa Pekraman. Oeh karena itu bantuan ini diharapkan untuk dapat dipergunakan sebaik-baiknya seperti perbaikan pura, ataupun dipergunakan pelatihan pesraman dan lain sebagainya. Bantuan yang diberikan kepada Desa Pakraman, sesuai dengan keinginan krama adat dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu diharapkan kepada para Bendesa supaya dapat mempergunakan bantuan tersebut sebaik-baiknya, dan sebelum dipergunakan agar dimusyawarahkan terlebih dahulu untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan. Hal itulah merupakan inti dari bantuan Gubernur kepada Desa Pekraman. 

Hal ini juga berhubungan dengan tiga hal yang menyebabkan kesejahteraan pada masyarakat yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan Desa Pekraman, yaitu Tri Hita Karana, yaitu Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Bantuan yang diperoleh Desa Pekraman memang seharusnta untuk ketiga hal ini, yaitu untuk semakin meningkatkan rasa Sraddha dan Bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi melalui pemeliharaan Pura, Upacara dan Karya Adat lainnya, juga untuk menciptakan lingkungan hidup yang asri, bersih, dan berbudaya, serta membentuk kondisi kehidupan yang aman, tertib, dan damai. Sehingga dari semua itu akan menimbulkan rasa bahagia dalam berkarya dan berkreasi bagi masyarakat Desa Pekraman khususnya, serta juga bagi tamu-tamu baik,yang domestik maupun internasional yang mengunjungi Desa Pekramannya. Bila semua kondisi tersebut telah menjadi kenyataan, maka diharapkan masyarakat di Desa Pekraman khusunya dan Bali umumnya akan maju dan sejahtera. Melalui simakrama dari para kandidat Gubernur Bali yang membawa Visi dan Misi mereka ke Desa Pekraman, yang disisipi acara pemberian bantuan langsung serta janji peningkatan bantuan bila kelak menjadi Gubernur, merupakan salah satu jalan bagi para kandidat untuk melihat dan merasakan secara langsung kondisi riil masyarakat paling bawah di Propinsi ini, dalam hal ini Desa pekraman yang merupakan benteng bagi ajegnya Bali. Kegiatan ini juga merupakan ajang atau kesempatan bagi masyarakat yang selama ini hanya melihat kandidat lewat media elektronika atau media cetak dapat bertemu langsung dengan para kandidat. 

Melihat dari dekat sikap dan mendengar tutur katanya yang merupakan citra pertama yang ditangkap mereka. Kemudian menyampaikan permasalahan dan harapan mereka kepada para kandidat untuk menjadi program Pemerintah Propinsi Bali untuk masa bakti lima tahun ke depan, dalam rangka mensejahterakan masyarakat Bali, bila kelak terpilih menjadi Pemimpin Bali. 

Penulis, dosen Sistem Informasi JTE Politeknik Negeri Bali, UTI dan STITNA, warga Banjar Serongga Kelod Gianyar



Negara dan Gizi Masyarakat

Perlunya Kebijakan Negara Meningkatkan Status Gizi Masyarakat 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Masalah gizi merupakan masalah dunia yang telah membuat PBB dan berbagai LSM melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangannya. Masalah kelaparan dan kekurangan gizi di Afrika dan Asia yang masih marak mendorong badan-badan itu membentuk inisiatif untuk secepatnya membantu negara-negara miskin dan berkembang mengakhiri terjadinya maslah kurang gizi pada anak, antara lain mengurangi separuh penduduk dunia yang kelaparan dan miskin pada tahun 2015. Fenomena itu makin mendorong lembaga gizi PBB mencari terobosan-terobosan baru dalam mengatasi masalah gizi. Diperlukan kemauan politik negara yang dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat, khususnya dalam hal keefektifan dana. Hal itu dicapai dengan menyusun program perbaikan gizi yang dilandasi konsep dan data ilmiah yang bersifat universal, yang menjadi bagian integral dari kebijakan dan rencana pembangunan social ekonomi jangka pendek dan panjang, nasional maupun daerah. Karena dana pembangunan negara kita pada umumnya terbatas, harus dicari program yang berbiaya relatif kecil dengan dampak besar terhadap kesejahteraan rakyat. 

Pentingnya kebiasaan hidup sehat dan pola makan gizi seimbang sehari-hari belum merupakan kebutuhan yang dirasakan sebagaian besar masyarakat. Karena itu upaya perbaikan gizi tidak cukup dengan penyediaan sarana tetapi juga perlu upaya perubahan sikap dan perilaku. Masalah gizi kurang yang dapat menjadi gizi buruk, misalnya bukan hanya karena anak kekurangan makanan, tetapi juga karena penyakit. Pola pengasuhan anak juga sangat menentukan status gizi dan kesehatan anak, demikian juga kualitas pelayanan kesehatan dasar yang berpihak pada orang miskin. Berbagai sebab tadi sangat ditentukan oleh situasi ekonomi rakyat, keamanan, pendidikan dan lingkungan hidup. Masalah gizi tidak dapat ditangani dengan kebijakan dan program sepotong-sepotong dan jangka pendek serta sektoral, apalagi hanya ditinjau dari aspek pangan. Masing-masing diarahkan memenuhi persediaan pelayanan dan menumbuhkan kebutuhan atau permintaan akan pelayanan. Untuk itu diperlukan kebijakan pembangunan di bidang ekonomi, pangan, kesehatan dan pendidikan, serta keluarga berencana yang saling terkait dan mendukung, yang secara terintegrasi ditujukan untuk mengatasi masalah gizi dengan meningkatkan status gizi masyarakat. 

Kebijakan utama yang mendorong penyediaan pelayanan meliputi;pelayanan gizi dan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti penimbangan balita di Posyandu dengan KMS. Kemudian pemberian suplemen zat gizi mikro seperti pil besi kepada ibu hamil, kapsul vitamin A kepada balita dan ibu nifas. Lalu bantuan pangan kepada anak gizi kurang dari keluarga miskin, mengadakan fortifikasi bahan pangan seperti fortifikasi garam dengan yodium, serta melakukan biofortifikasi, suatu teknologi budi daya tanaman pangan. Kebijakan utama ini didukung dengan kebijakan yang mendorong penyediaan pelayanan, meliputi; pelayanan kesehatan dasar termasuk keluarga berencana dan pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih dan sanitasi, pengaturan pemasaran susu formula, kebijakan pertanian pangan untuk menjamin ketahanan pangan, pengembangan industri pangan yang sehat, dan memperbanyak fasilitas olah raga bagi umum. Kebijakan yang mendorong terpenuhinya permintaan atau kebutuhan pangan dan gizi meliputi pembangunan ekonomi yang meningkatkan pendapatan rakyat miskin, pembangunan ekonomi dan sosial yang melibatkan dan memberdayakan masyarakat rakyat miskin, pembangunan yang menciptakan lapangan kerja, kebijakan fiscal dan harga pangan yang meningkatkan daya beli masyarakat miskin dan pengaturan pemasaran pangan yang tidak sehat dan tidak aman. Kebijakan yang mendorong perubahan perilaku yang mendorong hidup sehat dan gizi baik bagi anggota keluarga adalah meningkatkan kesetaraan gender, mengurangi beban kerja wanita terutama pada waktu hamil, dan meningkatkan pendidikan wanita. 

Faktor pola asuh yang berperan antara lain ibu tidak ikut dalam kegiatan organisasi, juga paparan terhadap media massa surat kabar dan majalah. Demikian pula dengan pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi kurang berperan nyata dalam resiko gizi kurang. Kondisi kesehatan anak saat diperiksa lebih banyak yang sakit pada kelompok status gizi bawah. Resiko kurang gizi juga lebih tinggi secara nyata bila konsumsi semua zat gizi pada anak lebih rendah. Riwayat kelahiran juga berperan dalam resiko kurang gizi antara lain tempat lahir dan penolong persalinan. 

Penulis, dosen Sistem Informasi JTE Politeknik Negeri Bali, UTI, dan STITNA, warga Banjar Serongga Kelod, Gianyar



Local Genius Bali

Lestari dan Kembangkan Local Genius Bali melalui Pemanfaatan IPTEK dan Sistem Informasi 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Dengan bergulirnya globalisasi dan menuju era informasi yang mengedepankan nilai-nilai universal telah merubah cara pandang sebagian masyarakatnya yang ingin menghendaki adanya perubahan terhadap Bali yang selama ini tetap konsisten menjunjung nilai-nilai luhur Bali yang tri hita karana yang merupakan local genius trendmark Bali. Cara pandang sebagian orang ini jelas tidak sepenuhnya benar mengingat beberapa kendala yang masih dihadapi Bali ke depan, seperti masih rendahnya tingkat pendidikan, masih kuatnya pengaruh pimpinan informal di dalam kehidupan bermasyarakat, serta kuatnya hukum adat yang berlaku. Dalam era globalisasi yang ditandai dahsyatnya pengaruh nilai, gaya dan budaya asing ke Bali tidak dapat dibendung lagi. Pengaruh asing tersebut baik yang bersifat positif maupun negatif sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola pikir dan sikap yang akan berpengaruh terhadap jati diri Bali yang socioreligius. Oleh sebab itu, diperlukan usaha pemecahan permasalahan kemasyarakatan yang dapat merintangi dan mengganggu gerak maju masyarakat Bali. Hal ini membutuhkan kepedulian semua dalam upaya menangkal setiap ekses globalisasi yang dapat mempengaruhi integritas dan jati diri kita dengan selalu melestarikan dan mengembangkan local genius yang kita miliki. Derasnya arus informasi dan globalisasi yang melanda kehidupan manusia sebagai akibat perkembangan Iptek pada dewasa ini, mengakibatkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapai. 

Di era globalisasi kehidupan masyarakat menjadi lebih trasparan dan lebih terbuka terhadap pengaruh luar akibat kemajuan di bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi mengakibatkan persaingan diberbagai bidang kehidupan semakin kuat, sehingga menumbuhkan kecepatan dalam menerima, menyerap, menganalisa serta mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi. Akibat perkembangan Iptek dan globalisasi tersebut tentunya menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia yang profesional dan berdaya saing tinggi. Berbagai isu sosial budaya dan sosial politik dikedepankan untuk meraih kepentingan sosial ekonomi di mana kekuatan ekonomi juga dipakai untuk mamayungi manuver-manuver politik sehingga terjadi pemaksaan kehendak yang telah mengusik kesucian Pura yang sejak dulu merupakan panyengker yang membuat Bali indah untuk didiami. Globalisasi ini telah mengakibatkan perubahan pada masyarakat Bali yang menjadi transparan, terbuka, dan sulit dibedakan mana yang dikategorikan masalah ekonomi, sosial budaya, hingga mencampuri bishama. Seperti apa yang kita lihat sejak dahulu di Bali dalam kehidupan bermasyarakatnya, dengan budaya dan Agama Hindu sebagai dasar kehidupan yang lebih dikenal dengan local genius. Di mana dalam local genius atau kearifan local seperti menyama braya, seguluk segilik selulung sebayan taka, paras paros yang artinya bersatu padu dalam suka dan duka dalam menghadapi marabahaya, senasib sepenanggungan ini harus ditanamkan dalam sanubari setiap masyarakat (krama) Bali khususnya dan pendatang umumnya yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat Bali. Sebetulnya local genius ini sangat ampuh sekali apabila seluruh masyarakat memiliki kesadaran betapa pentingnya nilai-nilai yang terkandung di dalam local genius tersebut dan dapat diimplimentasikan di dalam kehidupan sehari-hari serta protektif terhadap segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang akan dihadapi ke depan nanti. 

Pemanfaatan IPTEK dan sistem informasi yang terus maju digunakan seluas-luasnya untuk menyatukan visi misi/gerak langkah masyarakat Bali dalam menjalin komunikasi sesama dan menjaga rasa sehati, senasib, sepenanggungan, untuk menyelamatkan Bali dari hal-hal yang merugikan. Informasi yang baik antara Parisadha dengan umatnya, pemimpin dengan warganya, melalui pemanfaatan teknologi akan dapat membatasi, menghambat, mengurangi sampai dengan meniadakan penyebab timbulnya kekerasan, gejolak dan konflik social yang mengarah pada timbulnya gangguan keamanan dan keutuhan sosial yang jelas sekali merugikan image Bali yang memiliki banyak kearifan lokal yang dikagumi dunia internasional. Diupayakan agar semua pihak dapat berpikir dengan jernih, rasional, hati yang sabar, dan dapat menuju ke jalan kebaikan demi keutuhan bersama serta juga untuk memanfaatkan nilai-nilai budaya dan simpul-simpul kegiatan kemasyarakatan dalam hal ini desa pekraman sebagai wadah paling dasar menjaga keajegan Bali yang bersendikan pada local genius yang telah ada selama ini. 

Penulis, dosen Sistem Informasi JTE Politeknik Negeri Bali, warga Banjar Serongga Kelod, Gianyar 





Taraf Hidup Rakyat

Gunakan Anggaran untuk Peningkatan Taraf Hidup Rakyat 

I Gede Suputra Widharma, ST, MT

Pada akhir bulan januari Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan atas nama Pemerintah yang meminta tiap departemen, kementerian atau lembaga negara menunda atau bahkan mengurangi belanja sampai 15 persen dari anggaran masing-masing untuk pengamanan APBN. Penghematan anggaran belanja merupakan bagian dari 9 langkah pemerintah untuk mengamankan APBN 2008 guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi 2008. Penghematan anggaran belanja negara sebesar 15 persen dari total anggaran belanja kementerian/lembaga diperkirakan akan menghasilkan dana sebesar sekitar 20 triliun rupiah. Program pemerintah dalam melakukan efisiensi, tanpa harus mengorbankan prioritas yang dirancang tiap kelembagaannya. Dalam 3-4 tahun terakhir ini peningkatan anggaran belanja kementerian/lembaga cukup besar sehingga tidak begitu masalah jika pada tahun 2008 kementerian/lembaga harus lebih fokus kepada program-program prioritas. Langkah bijak ini tentunya akan menjadi angin segar bagi pembangunan Indonesia yang lebih terarah dalam pemanfaatan anggarannya, tidak seperti yang selama ini terjadinya penyimpangan dan pemborosan di berbagai posisi yang merugikan negara dan tidak berpihak terhadap nasib rakyat kebanyakan. 

Disamping itu penghematan ini akan dapat menekan kemungkinan terjadinya salah sasaran, penyelewengan ataupun bentuk tindakan korupsi lainnya terhadap anggaran yang ada yang tentunya menggunakan uang rakyat. Efisiensi yang diperoleh dari penghematan ini bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk dana kemanusiaan bagi rakyat Indonesia yang belakangan ini seringkali tertimpa berbagai bentuk musibah bencana alam yang tidak hanya merenggut harta benda mereka tapi juga jiwa orang-orang yang disayangi. Dengan demikian pemerintah akan dapat mengurangi rasa sakit yang diterima rakyatnya yang mengalami musibah tersebut, walaupun tentunya tidak akan pernah cukup untuk mengembalikan kebahagiaan yang mereka miliki sebelumnya. Namun demikian program penghematan yang dilaksanakan ini tentunya tidak bisa dilakukan secara pukul rata terhadap semua bidang/lembaga. Ada beberapa kelembagaan atau bidang yang membutuhkan anggaran yang cukup besar bahkan perlu ditingkatkan lagi dari anggaran yang telah dialokasikan selama ini pada bidang tersebut. Salah satunya bidang yang membutuhkan anggaran besar adalah bidang pendidikan. Bidang yang mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut hingga saat ini belum mencapai 20% dari APBN seperti yang telah diamanatkan pada UUD 1945 hasil amandemen MPR Reformasi. 

Demikian juga dengan bidang pertanian, pariwisata, kesehatan, dan militer. Pertanian yang merupakan bidang pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia tentunya membutuhkan anggaran yang besar didalam menjaga keberlangsungannya. Pariwisata yang merupakan bidang andalan dalam mendapatkan devisa bagi negara juga membutuhkan anggaran yang besar didalam mempertahankan dan meningkatkan apa yang telah diraih selama ini. Kesehatan merupakan bidang yang menyentuh harkat rakyat Indonesia yang sebagian besar masih ada dibawah garis kemiskinan. Dan terakhir militer, peralatan militer yang kita miliki telah begitu usangnya sehingga sangat meragukan untuk bisa menjaga martabat bangsa atau menjaga keutuhan wilayah negeri ini. Bahkan karena usangnya, peralatan militer tersebut telah merenggut jiwa tentara kita karena tidak layak pakai lagi. Penghematan anggaran pada bidang yang tepat dan waktu yang tepat akan memberikan manfaat bagi kita semua. Apalagi bila penghematan anggaran seperti ini juga dilaksanakan oleh pemerintah daerah baik itu propinsi, kabupaten, dan tingkat pemerintahan yang lebih rendah lainnya. Tentunya akan semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh rakyat Bali dalam peningkatan taraf kesejahteraan hidupnya. Harapan ini sekarang kita gantungkan kepada para pimpinan daerah yang baru terpilih pada pilkada Bali baik tingkat kabupaten maupun propinsi untuk mewujudkannya. Efisiensi dalam penggunaan anggaran yang ada dan anggaran yang diprioritaskan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Bali. 

Penulis, dosen sistem informasi JTE Politeknik Negeri Bali dan STITNA, warga Serongga Kelod, Gianyar



Thursday, February 07, 2008

Adat Bali Benteng Ajeg Bali

ADAT BALI BENTENG AJEG BALI 
I Gede Suputra Widharma 

Bicara tentang Bali pasti tidak akan dapat lepas dari adatnya, karena adat adalah rohnya Bali. Bali tanpa adat seperti sayur tanpa garam atau bahkan lebih tegas lagi seperti sayur kangkung tanpa kangkung. Adat Bali dibentuk oleh para leluhur tentunya dengan tujuan yang sangat mulia, yaitu menjaga lingkungan budaya Bali agar tetap lestari. Bali yang merupakan benteng terakhir kejayaan Hindu nusantara agar mampu selalu mempertahankan eksistensi Hindu di Nusantara ini setelah runtuhnya Majapahit akibat durhakanya seorang anak. Bali menjadi tempat dimana ajaran agama Hindu dapat berjalan dengan baik, seperti upacara Yadnya, Nyepi, dan lain-lain. Namun seiring perkembangan jaman dan modernisasi, terjadilah perkembangan wawasan dan pergeseran cara pandang pada generasi penerus Adat Bali. Perkembangan dan pergeseran ini membuat timbulnya gesekan-gesekan diantara anggota masyarakat yang kadang kala berujung pada tindakan anarkis. seperti kasus adat di Tusan, Banjarangkan, Klungkung yang merupakan akumulasi klimaks kasus adat yg sudah berlangsung beberapa tahun sebelumnya tanpa ada solusi. Juga kasus-kasus lain yg terjadi karena pergesekan sesama orang Bali yang terlibat dalam bentrokan fisik dan berujung dengan pengerusakan bangunan hingga tempat suci. 

Apalagi jika hal ini dibubuhi dengan rasa kesenjangan sosial maka semakin besarlah kemungkinan terjadinya hal-hal yang akan merugikan lahir batin salah satu pihak. Ketidakpuasan yang bisa merusak perjalanan Bali sebagai daerah pariwisata terbaik di jagat ini dan khususnya sebagai benteng Hindu di Nusantara ini. Untuk itu revitalisasi adat Bali memang perlu dilaksanakan. Jadikan adat untuk selalu dapat menjaga budaya luhur masyarakat Bali dan mempertahankan eksistensi Hindu. Hukum/adat pada umumnya memang bergerak lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan zaman. Cara mengatasinya, diubah atau direvisi agar sesuai dengan perkembangan zaman. Masalahnya adalah desa pakraman di Bali belum memiliki semacam lembaga eksekusi untuk memaksakan agar perubahan itu dilaksanakan sesuai harapan. Akibatnya, perubahan yang ditawarkan hanya menjadi semacam anjuran. Ditaati syukur, tidak ditaati juga tidak apa-apa. Sanksi adat berupa kasepekang dan kanoroyang, telah dilarang sementara waktu hingga adanya rumusan yang memadai mengenai pengertian dan tata cara menjatuhkan sanksi adat tersebut, yang berlaku bagi semua desa pakraman di Bali. Mengingat untuk sanksi adat ini terasa sangat merugikan pihak korban baik lahir dan bathin serta bila dikaitkan dengan hukum internasional akan menjadi bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Salah satu contoh hukum adat yang telah direvisi tapi tidak dilaksanakan adalah kasus kembar buncing yang terjadi di Desa Pakraman Padangbulia, Singaraja, baru-baru ini. Hukum adat Bali yang terkait dengan kembar buncing sebenarnya sudah dihapuskan sejak tahu 1951 berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali. Tapi, kenyataannya, masih ada masyarakat atau desa pakraman yang mengenakan sanksi adat kepada warganya yang melahirkan kembar buncing. 

Demikian juga tentang larangan perkawinan antarkasta (asu pundung dan anglangkahi karang hulu) telah dihapus tapi tetap saja masih banyak yang berpegang teguh sehingga kasus kawin lari masih banyak terjadi. Padahal kasta itu telah tidak berlaku lagi. Berdasarkan Keputusan Pasamuhan Agung Majelis Desa Pekraman Provinsi Bali tanggal 3 Maret 2006, ditentukan bahwa penduduk yang bertempat tinggal di desa tempat tertentu, dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu (1) krama desa, (2) krama tamu, dan (3) tamu. Krama desa atau pawongan desa, yaitu penduduk yang beragama Hindu dan tercatat sebagai anggota desa adat di tempat yang bersangkutan berdomisili. Krama tamiu, yaitu penduduk beragama Hindu tapi tidak tercatat sebagai anggota desa adat di tempat yang bersangkutan berdomisili. Tamu, yaitu penduduk yang tidak beragama Hindu dan tidak tercatat sebagai anggota desa adat. Masing-masing kelompok memiliki kewajiban yang berbeda terhadap desa adat, dengan demikian diharapkan desa adat tampil lebih sejuk. Walaupun dalam kenyataan, hal ini juga belum berjalan seperti yang diharapkan, tapi telah banyak desa pekraman yang melaksanakannya. Seperti yang berlaku di Desa Pakraman Serongga yang terletak di selatan kota Gianyar. Desa ini memegang teguh pelestarian warisan leluhur. Kehidupan sosial masyarakat yang terdiri atas berbagai warna, mulai dari brahmana, kesatria, waisya dan sudra berbaur menjadi satu dalam kerukunan hidup bertetangga. Belum lagi kanekaragaman clan yang ada di desa ini seperti Dukuh Segening, Pande, Pasek, Arya, dan lain lain, namun kuatnya rasa solidaritas masyarakat yang dipayungi oleh keberadaan Pura Kahyangan, di antaranya Pura Dalem, Pura Puseh/Bale Agung, serta Pura Sakenan, membuat kestabilan dan kedinamisan masyarakat terbina dengan baik. 

Dengan menyadari adanya pluralisme/keanekaragaman di dalam masyarakat seperti yang terlihat melalui adanya eksistensi masyarakat adat, tiada cara yang lebih strategis selain mengelolanya sebagai kekuatan yang produktif dalam mencapai kemajuan bersama. Proses-proses sosial perlu terus dilakukan dalam memelihara dan menyegarkan terajutnya jalinan pluralisme ini menjadi suatu tatanan sosial yang mapan di dalam masyarakat. Peran pemerintah yang selama ini cenderung melakukan praktek eksploitasi terhadap masyarakat adat perlu segera diperbaharui, agar kesadaran pluralis di dalam masyarakat adat tidak berkembang pada bentuk resestensi yang tidak sehat, misalnya dengan ekslusfisme identitas kelompok. Kesadaran pluralis harus terus ditanam dan dikembangkan di dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat perlu mengapresiasi nilai baru yang dapat memberdayakan kehidupan bersama untuk kemajuan dan kreatifitas dalam membangun kebudayaan. Interaksi dalam masyarakat perlu terus dikembangkan melalui bentuk kerjasama dalam menciptakan adat yang sesuai dengan perkembangan jaman dan tetap menjaga Ajeg Bali. Beberapa adat peninggalan masa lalu sudah ketinggalan jaman dan mulai punah di masa kini. Babad sejarah memang selalu berubah sesuai jaman, namun ajaran kebenaran tidak akan pernah berubah sepanjang masa. Demikian juga dengan Adat Bali, perlu kearifan lokal untuk mencari solusi terbaik, yang mana yang perlu kita lestarikan? Masih sesuai kah untuk kondisi Bali dimasa mendatang? Ini merupakan pemikiran untuk masyarakat Bali khususnya, dan pemerhati Bali dimana pun berada. Selama hati kita tidak berubah, semuanya akan tetap lestari di masa mendatang, walau dalam wujud yang berbeda. 

Dosen Program Studi Sistem Informasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali