Monday, November 09, 2009

Sradha bagi Bali

SRADHA DAN IPTEK CEKAL TERORISME HIDUP DI BALI 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Bali sebagai tujuan utama pariwisata dunia memang rentan terhadap ancaman dan gangguan dari pihak luar. Dari jaman dulu, Bali sudah menjadi incaran gangguan dan tantangan beberapa pihak luar namun pada akhirnya Bali selalu dapat menjaga dirinya meskipun dengan perang puputan yang menelan korban jiwa para pahlawan kita. Bahkan sekarang kala pariwisata menjadi andalan devisa bagi banyak negara di kawasan Asia, muncul upaya negara asing yang iri dengan alam budaya yang dimiliki Bali dengan mengadakan promosi pariwisata besar-besaran dan hal negatif lainnya. Namun tetap saja Bali ajeg dan menjadi pusat pariwisata dunia meskipun sempat terluka 2x kena bom teroris yang menelan korban jiwa tamu dan warga Bali. Semua kekuatan dari dulu hingga kini yang membuat Bali bisa bangkit dari luka dan kembali berdiri tegak adalah Sradha yang tertanam pada diri masyarakat Bali. Rakyat Bali sangat teguh pada Sradhanya (keyakinan pada Tuhan, Atman, Karmaphala, Reinkarnasi, dan Moksa). 

Sradha yang membuat rakyat Bali ikhlas menerima ujian dari Nya dan beribadah sesuai ajaran Nya serta menjaga kehormatan tanah warisan leluhur ini dengan sepenuh hati. Hasilnya adalah Bali tetap ajeg dan berdiri tegak sejak dulu hingga sekarang. Dewasa ini seiring perkembangan jaman dengan ekses-eksesnya yang menyebabkan terjadinya pergeseran nilai khususnya pada generasi muda, perlu adanya bimbingan rohani dan pencerahan kembali pada generasi muda tentang Sradha. Sradha yang sejak dulu mampu menjaga Bali hingga sekarang dan pasti akan mampu menjaga Bali hingga ke depan nanti. Sradha yang akan membuat generasi muda Bali tahan terhadap gempuran ancaman yang salah satunya berwujud terorisme. Teroris masih berkeliaran, mengingat masih adanya akar penyebab dari aksi-aksi terorisme seperti kemiskinan dan keterbelakangan, ketidakadilan, dan akar-akar radikalitas itu sendiri yang kadangkala dibangkitkan melalui pertemuan yang bertopengkan kegiatan agama. Bali tidak pernah akan takut pada terorisme, tindakan pengecut yang dilakukan orang-orang yang otaknya dijejali bimbingan iblis yang mengambil wujud manusia. Sejak kapan manusia yang diberkati Tuhan kalah oleh manusia yang dibimbing iblis? Tidak pernah dalam sejarah kehidupan manusia apalagi jika dihubungkan dengan Sejarah Bali. Bali harus selalu meningkatkan Sradhanya sebab dengan Sradha ini Bali akan selalu dekat dengan Tuhan dan leluhurnya, serta dengan sradha pula Bali dapat menjaga hubungan baiknya dengan warga Indonesia pada umumnya dan pada tamu lintas negara. 

Sradha telah terbukti dan teruji membuat rakyat Bali untuk bisa bangkit dan menjadi yang terbaik kembali pada persaingan pariwisata dunia. Tapi lebih baik hasilnya bila Sradha yang telah tertanam pada jiwa rakyat Bali ini juga diselimputi dengan media adiluhung yang dikenal dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Peningkatan kualitas sumber daya manusia Bali dengan menyerap dan menguasai iptek akan membuat Bali akan semakin baik menjaga dirinya. Penguasaan pada Iptek akan membuat kualitas dalam menghadapi ancaman dan gangguan terorisme ini akan semakin baik. Bali tidak hanya dapat bangkit setelah dilukai saja, tapi dapat mencegah agar tidak terluka lagi. 

Dengan iptek juga Bali akan dapat mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan yang masih tersisa, dan ketidakadilan yang belum menjadi bagian dari pola hidup masyarakatnya. Disamping itu dengan penguasaan iptek ini maka banyak lapangan kerja yang bisa diusahakan, banyak informasi terbaru yang bisa ditangkap dan diolah menjadi pencaharian, banyak hal-hal yang selama ini tertutupi akan terungkap untuk kebaikan hidup bermasyarakat. Dan dengan pemanfaatan iptek khususnya teknologi informasi dan telekomunikasi, ruang gerak para teroris ini akan bisa ditekan sesempit mungkin. Dengan demikian maka Bali memerlukan Sradha yang akan menjaga Bali agar selalu ajeg pada adat dan falsafah hidupnya, dan perlunya penguasaan iptek yang akan meningkatkan harkat hidup masyarakatnya. Dua hal yang akan mencegah embrio teroris yang ingin muncul di Bali dan menangkal virus teroris yang ingin masuk ke Bali. Dengan meningkatkan kesradhaan dan penguasaan iptek berarti masyarakat Bali ikut serta aktif dalam program pemerintah untuk menanggulangi persoalan terorisme dengan dua sasarannya yakni mengatasi akar-akar penyebab serta langkah-langkah intensif untuk mencegah dan memberantas aksi-aksi terorisme kapan pun dan di mana pun. 

Penulis, dosen Sistem Informasi - Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali, warga Dukuh Segening Banjar Serongga Kelod, Gianyar, Bali



Krisis Listrik

Krisis Listrik: Saatnya Semua Pihak Introspeksi Diri 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Krisis kelistrikan yang terjadi di Bali saat ini mengganggu gerak ekonomi rakyat yang sedang menuju kearah yang lebih baik. Pemerintah, Dewan legislatif, para stakeholders, dan seluruh rakyat harus segera introspeksi diri. Kondisi seperti ini lebih diakibatkan oleh angka pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi tidak diimbangi perkembangan sejumlah pembangkit terpasang yang tersedia. Sebenarnya, sudah ada penambahan kapasitas pembangkit untuk memenuhi kebutuhan listrik. Tapi, rupanya kebutuhan listrik yang terus meningkat sejalan kebangkitan ekonomi dan kembalinya kejayaan pariwisata menjadi alasan terbaru untuk kondisi belum berakhirnya krisis listrik; selain gangguan, masalah teknis, dan minimnya anggaran. Keterbatasan daya listrik menghambat pembangunan di berbagai sektor yang sedang berlangsung. Pertumbuhan ekonomi diikuti peningkatan permintaan listrik. Namun masalahnya adalah pertumbuhan beban listrik ini tidak diimbangi penambahan jumlah pembangkit dan sarana untuk memperluas layanan terebut. 

Data menunjukkan rata-rata pertumbuhan penjualan energi per tahun 6,8%. Adapun penambahan kapasitas pembangkit dan anggaran hanya untuk pertumbuhan daya 1,9%. Kebutuhan listrik diperkirakan meningkat 1.000 MW per tahun, sedangkan pertumbuhan daya per tahun hanya 500 MW. Hal ini mengakibatkan terjadi defisit dan kepadatan beban listrik yang berakhir pada pemadaman listrik bergiliran. Hal ini diperparah oleh krisis ekonomi global yang menyebabkan tidak ada investasi yang masuk dan pertumbuhan kapasitas terhambat. Proyek pembangunan pembangkit listrik dan transmisi oleh swasta pun tersendat. Sehingga tantangan utama yang dihadapi dalam penyediaan listrik nasional adalah pertumbuhan konsumsi listrik yang tinggi, kurangnya investasi, dan porsi biaya energi primer atau BBM masih sangat besar serta masih kurangnya porsi energi terbarukan. Menanggapi krisis kelistrikan saat ini, sudah seharusnya kita lebih serius dalam upaya menyiapkan alternatif sumber energi baru, dan terbarukan. Uni Eropa telah memperkirakan pada tahun 2050 sumber energi dunia berbasis fosil akan habis. 

Pada saat itu harus sudah memiliki sumber energi alternatif. Berdasarkan perkembangan Iptek, telah banyak diteliti dan dihasilkan sumber energi alternatif baru dan terbarukan yang dapat dimanfaatkan, seperti tenaga air, mikrohidro, angin, surya, panas permukaan laut, geothermal, hingga biomassa yang dapat dijadikan sumber energi alternatif baru dan terbarukan. Seperti keberhasilan riset yang memanfaatkan 30% limbah tebu menjadi sumber listrik bagi industri dan perusahaan gula, serta masyarakat sekitarnya. Jadi sekarang yang penting dibutuhkan adalah introspeksi diri, baik dari pemerintah, dewan legislatif, stakeholders, maupun rakyat untuk mewujudkannya. Beberapa saat lalu Pemerintah telah menunjukkan satu langkah introspeksi diri yaitu program pemenuhan listrik yang memadai menjadi program prioritas utama Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk 100 hari kedepan dan dalam rangka merealisasikan program infrastruktur kelistrikan ini maka akan segera direalisasikan proyek percepatan pembangkit 10 ribu MW. Proyek 10 Ribu MW ini menjadi solusi dalam penanggulangan daerah krisis listrik seperti yang terjadi di Bali sekaligus juga bisa mengoptimalkan program bauran energi. Kemudian dari sisi regulasi, dewan legislatif telah introspeksi diri dengan pengesahan UU Kelistrikan yang membuka peluang swasta ikut membangun infrastruktur listrik di daerah yang selama ini defisit daya. Tinggal bagaimana regulasi ini perlu dijaga aturan pelaksanaannya untuk memberi kepastian hukum dalam menjaga cita-cita untuk kesejahteraan rakyat. 

Kemudian introspeksi diri berikut berkaitan dengan Hari Listrik yaitu pada induknya listrik, PLN sebagai selaku penyedia lsitrik juga perlu mengevaluasi diri akan terasa indahnya jika PLN semakin kokoh sebagai milik rakyat dan untuk rakyat. Mengubah paradigma money oriented lebih menjadi pengabdian demi kepentingan dan kemajuan rakyat serta kemajuan bangsa dan Negara. Yang terakhir adalah ujung tombaknya yaitu introspeksi diri kita sebagai penggunanya yaitu mulai dari menggunakan listrik ini seefisien mungkin dan mentaati aturan perundang-undangan yang ada. Jika semua pihak telah introspeksi diri, maka yakin tak akan lagi terjadi pemadaman listrik. Lagu usang pemadaman listrik pun tak lagi mengalun baik di Bali dan juga di pelosok negeri ini. 

Penulis, dosen Sistem Informasi–Elektro Poltek Negeri Bali, warga Dukuh Segening Banjar Serongga Kelod, Gianyar, Bali



Thursday, January 29, 2009

Mental Yadnya Bagi Anak Bangsa

Menanamkan Mental Yadnya Sedini Mungkin 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Yadnya adalah korban suci dengan ketulusan dan keikhlasan hati. Mempersembahkan yang terbaik yang dimiliki dalam setiap kerja atau aktivitas yang dilakukan tanpa berharap akan dapat imbalan ataupun pujian. Hukum Rta dan Hukum karma phala selalu akan melingkupi ruang dan waktu. Setiap keyakinan pada Tuhan pasti akan tahu kalau setiap perbuatan akan ada hasilnya, jadi untuk apa hasil itu diharap-harapkan apalagi hingga mengambil yang bukan haknya. Andai mental untuk beryadnya tertanam dalam setiap anak bangsa sejak dulu, mungkin negeri ini telah makmur saat berusia 40-50 tahun seperti usia saat kejayaan Majapahit, Sriwijaya, atau Mataram. Namun sayang sekali, negeri ini kemudian pernah dijejali sekumpulan orang berkuasa yang berani berhutang atas nama negara namun sampai hati makan uang itu sendiri. Nikmatnya hidup bergelimpangan kemewahan seperti itu kemudian diteruskan oleh anak mantu dan besannya, juga oleh kroni-kroninya, hingga murid-muridnya. Hasilnya, sekarang negeri ini terpuruk dengan wajah penuh dengan noda yang ditandai dengan masuk papan atas negeri terkorup di dunia. 

Sebagai generasi muda, malu sekali negeri ini digolongkan negeri terkorup di dunia. Padahal negeri yang sangat indah dan kaya ini memiliki Pancasila yang merupakan dasar negara terbaik di muka bumi ini. Negeri ini memiliki segala hal yang dimiliki oleh India untuk ber-swadesi, ataupun Jepang, China, dan Korea untuk menjadi macan asia. Negeri yang tegak berdiri bersatu dalam kebhinnekaannya ini seperti bangsa Amerika, juga memiliki luas wilayah, kekayaan alam, dan jumlah rakyat yang relatif sama banyaknya dengan negara adikuasa tersebut. Bahkan pada usia mudanya, negeri ini merupakan kekuatan ketiga yang ada di Tengah, setelah kekuatan Rusia di Timur dan Amerika di Barat. Lalu mengapa bangsa ini bisa jatuh terperosok seperti ini? Mental. Mental kita masih belum bagus juga walaupun telah 10 tahun reformasi. Ini semua karena lebih dari 30 tahun mental anak bangsa dipasung sedemikian rupa sehingga tidak bisa bilang tidak, hanya bisa mengangguk atau teriak setuju. Mental anak bangsa hingga detik ini masih terpesona mendengar janji-janji palsu, terpesona pada senyuman palsu. 

Mental ini masih suka memperdaya orang dengan bersandiwara santun, iklan yang memutarbalikkan fakta, dan bibir yang membentuk senyuman walau palsu. Mental ini masih suka memuji orang setinggi langit di depannya tapi dibelakangnya menjatuhkan hingga menginjak-injak nama baiknya. Mental ini masih suka memanipulasi data bahan laporan asal boss senang sehingga bisa cepat promosi. Semua ini memang hasil pendidikan dari para orang tua yang keblinger dengan mentalnya yang ingin merebut kekuasaan, menumpuk kekayaan, dan tenggelam dalam kemewahan salah. Mental anak bangsa memang harus diperbaiki sedini mungkin. Mungkin butuh waktu untuk mengubah mental anak bangsa semuanya, sebab masih banyak rakyat yang mentalnya telah keblinger baik separuhnya, seperempatnya, ataupun seperseribunya, tapi tetap keblinger yang jika dibiarkan bisa tambah besar keblingernya dan membahayakan bangsa ini. Untuk itulah sangat diperlukan oleh anak bangsa ini siraman rohani baik oleh bapak Mario Teguh, bung kick Andy, mas Ebiet, bli Gede Perama, bang Deddi Mizwar, bahkan juga para Agamawan yang sudi turun dari gunung ataupun langit guna memberi pencerahan pada umatnya melalui mass media untuk menjadi orang yang bermental baik dan mulia. Mental yang sudi bekerja sekuat tenaga untuk membangun negeri, berusaha dengan sekuat kemampuan untuk memberi yang terbaik bagi nusa dan bangsa. 

Dan semua hasilnya diserahkan pada yang diatas SANA, karena rejeki memang hanya DIA yang mengatur, umat hanya berdoa dan berusaha. Jika diambil dari Bahasa Sankskerta, maka mental yang seperti itu disebut bermental yadnya. Dengan mental yadnya ini, perjalanan bangsa akan jauh dari bahaya laten korupsi. Sekarang tonggak penting arah perjuangan bangsa sedang menanti kita, yaitu tepatnya tiga dan enam bulan kedepan. Siapkan mental yadnya kita. Jangan tertipu lagi dengan janji palsu, tebar pesona, iklan memutarbalikkan fakta. Saatnya mengubah mental kita sebagai anak bangsa mulai saat ini, ketika generasi muda harus menentukan pilihan kearah mana langkah gagah bangsa ini akan dibawa. 

Penulis, margi ananda, dukuh segening, dosen Sistem Informasi JTE Politeknik Negeri Bali