Wednesday, July 09, 2008

Negara dan Gizi Masyarakat

Perlunya Kebijakan Negara Meningkatkan Status Gizi Masyarakat 
I Gede Suputra Widharma, ST, MT 

Masalah gizi merupakan masalah dunia yang telah membuat PBB dan berbagai LSM melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangannya. Masalah kelaparan dan kekurangan gizi di Afrika dan Asia yang masih marak mendorong badan-badan itu membentuk inisiatif untuk secepatnya membantu negara-negara miskin dan berkembang mengakhiri terjadinya maslah kurang gizi pada anak, antara lain mengurangi separuh penduduk dunia yang kelaparan dan miskin pada tahun 2015. Fenomena itu makin mendorong lembaga gizi PBB mencari terobosan-terobosan baru dalam mengatasi masalah gizi. Diperlukan kemauan politik negara yang dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat, khususnya dalam hal keefektifan dana. Hal itu dicapai dengan menyusun program perbaikan gizi yang dilandasi konsep dan data ilmiah yang bersifat universal, yang menjadi bagian integral dari kebijakan dan rencana pembangunan social ekonomi jangka pendek dan panjang, nasional maupun daerah. Karena dana pembangunan negara kita pada umumnya terbatas, harus dicari program yang berbiaya relatif kecil dengan dampak besar terhadap kesejahteraan rakyat. 

Pentingnya kebiasaan hidup sehat dan pola makan gizi seimbang sehari-hari belum merupakan kebutuhan yang dirasakan sebagaian besar masyarakat. Karena itu upaya perbaikan gizi tidak cukup dengan penyediaan sarana tetapi juga perlu upaya perubahan sikap dan perilaku. Masalah gizi kurang yang dapat menjadi gizi buruk, misalnya bukan hanya karena anak kekurangan makanan, tetapi juga karena penyakit. Pola pengasuhan anak juga sangat menentukan status gizi dan kesehatan anak, demikian juga kualitas pelayanan kesehatan dasar yang berpihak pada orang miskin. Berbagai sebab tadi sangat ditentukan oleh situasi ekonomi rakyat, keamanan, pendidikan dan lingkungan hidup. Masalah gizi tidak dapat ditangani dengan kebijakan dan program sepotong-sepotong dan jangka pendek serta sektoral, apalagi hanya ditinjau dari aspek pangan. Masing-masing diarahkan memenuhi persediaan pelayanan dan menumbuhkan kebutuhan atau permintaan akan pelayanan. Untuk itu diperlukan kebijakan pembangunan di bidang ekonomi, pangan, kesehatan dan pendidikan, serta keluarga berencana yang saling terkait dan mendukung, yang secara terintegrasi ditujukan untuk mengatasi masalah gizi dengan meningkatkan status gizi masyarakat. 

Kebijakan utama yang mendorong penyediaan pelayanan meliputi;pelayanan gizi dan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti penimbangan balita di Posyandu dengan KMS. Kemudian pemberian suplemen zat gizi mikro seperti pil besi kepada ibu hamil, kapsul vitamin A kepada balita dan ibu nifas. Lalu bantuan pangan kepada anak gizi kurang dari keluarga miskin, mengadakan fortifikasi bahan pangan seperti fortifikasi garam dengan yodium, serta melakukan biofortifikasi, suatu teknologi budi daya tanaman pangan. Kebijakan utama ini didukung dengan kebijakan yang mendorong penyediaan pelayanan, meliputi; pelayanan kesehatan dasar termasuk keluarga berencana dan pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih dan sanitasi, pengaturan pemasaran susu formula, kebijakan pertanian pangan untuk menjamin ketahanan pangan, pengembangan industri pangan yang sehat, dan memperbanyak fasilitas olah raga bagi umum. Kebijakan yang mendorong terpenuhinya permintaan atau kebutuhan pangan dan gizi meliputi pembangunan ekonomi yang meningkatkan pendapatan rakyat miskin, pembangunan ekonomi dan sosial yang melibatkan dan memberdayakan masyarakat rakyat miskin, pembangunan yang menciptakan lapangan kerja, kebijakan fiscal dan harga pangan yang meningkatkan daya beli masyarakat miskin dan pengaturan pemasaran pangan yang tidak sehat dan tidak aman. Kebijakan yang mendorong perubahan perilaku yang mendorong hidup sehat dan gizi baik bagi anggota keluarga adalah meningkatkan kesetaraan gender, mengurangi beban kerja wanita terutama pada waktu hamil, dan meningkatkan pendidikan wanita. 

Faktor pola asuh yang berperan antara lain ibu tidak ikut dalam kegiatan organisasi, juga paparan terhadap media massa surat kabar dan majalah. Demikian pula dengan pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi kurang berperan nyata dalam resiko gizi kurang. Kondisi kesehatan anak saat diperiksa lebih banyak yang sakit pada kelompok status gizi bawah. Resiko kurang gizi juga lebih tinggi secara nyata bila konsumsi semua zat gizi pada anak lebih rendah. Riwayat kelahiran juga berperan dalam resiko kurang gizi antara lain tempat lahir dan penolong persalinan. 

Penulis, dosen Sistem Informasi JTE Politeknik Negeri Bali, UTI, dan STITNA, warga Banjar Serongga Kelod, Gianyar



No comments: